• Motivasi

    Temukan beragam kisah, kata-kata dan informasi penuh motivasi lainnya disini.

  • Hikmah

    Kisah penuh Hikmah, Peristiwa Penuh Hikmah dan Pesan-Pesan Hikmah.

  • Kisah

    Kisah Nabi, Sahabat, Ulama, dan Kisah - Kisah Terupdate.

  • QUOTES

    Quotes dan Joke-Joke ringan ada disini.

  • Tips dan Trik

    Berisi seputar Tips dan trik mengenai Komputer, Internet dll.

  • Download

    Ruang Download anda.

Senin, 10 Juni 2013

Anak Manusia atau Anak Jin?

Posted by Unknown on 18.12 with No comments
Sekitar setengah jam sebelum subuh..
Lagi asik-asiknya mandi byarr byurr...tiba-tiba...Pet!! Listrik mati.
Eaah..sontak saja gelap gulita melanda. Rasanya seperti orang buta. Mungkin begini rasanya kalau tunanetra sedang mandi. Tak ada cahaya sedikitpun. Tapi, alhamdulillah masih bisa membedakan mana tubuh bagian depan dan mana bagian belakang.

Setelah mandi, berangkat ke masjid. Suasana perumahan gelap gulita. Karena kebanyakan ngobrolin hal-hal mistis dengan teman kosan, jadinya bayangan penampakan makhluk halus suka kadang-kadang menghantui. Bagaimana jika tiba-tiba di depan muncul sesosok anak kecil hitam tak jelas wajahnya berlari menghampiri. Tapi alhamdulillah tiba-tiba rasa tenang datang ketika teringat kelakar seorang teman, namanya Sandi, tentang cara membuktikan apakah uang Rp100.000 yang ada di dompet kita itu asli atau palsu? Ia bilang, "Kalau pengen tau duit Rp100.000 punya ente itu asli or palsu, cukup taruh ditengah jalan. Ntar kalo ada yang ngambil, berarti itu duit asli".
Akhirnya apa? Yang terpikir di tengah menelusuri jalanan gelap itu adalah: jika ada sesosok anak kecil tak jelas wujudnya berlari mendekat, maka akan langsung saya selengkat (sliding tackle) supaya dia jatuh. Kalau menangis berati anak orang, tapi, kalo jatuh langsung menghilang berati mungkin anak jin. Habis perkara. Simpel saja rupanya..

Lalu bagimana jika munculnya dalam bentuk wanita cantik? Ahahay..
Konon, dulu di kampung tempat kelahiran saya, pada zaman listrik belum ada dan kampung tersebut masih belum seramai sekarang, hiduplah seorang pemuda. Waktu itu TV hanya ada di kecamatan. Kisahnya, malam itu sang pemuda pulang menonton wayang di tempat nun jauh dari rumah, sampai tengah malam. Ketika pulang, ia mengayuh sepedanya melintasi jalan yang biasa dilewatinya, jalanan kampung nan ditudungi pepohonan, sepi, dan gelap pula pastinya. Yah, namanya di kampung zaman dulu. Di tengah perjalanan, ada seorang gadis melambai-lambaikan tangannya, memanggil-manggil. Gadis itu caaantiiiiikkk..sekaliii... Wangi pula, harum semerbak. Gadis itu minta diantar pulang, dengan dibonceng sepeda oleh si pemuda. Bagai ketiban rejeki, si pemuda akhirnya membonceng gadis nan cantik jelita dan harum itu.
Sepanjang jalan, sepenglihatan sang pemuda, jalan ke arah rumah si gadis cantik ini adalah jalan kampung. Namun, semakin lama, si pemuda baru sadar, ketika tiba-tiba, Cling!!, ia ada di tengah jalan kuburan. Gadis ini membawanya ke jalan di tengah-tengah kuburan. Lalu, aroma gadis di belakangnya mendadak menjadi bau busuk. Hmm..si pemuda akhirnya sadar kalau ia sedang dikerjai gadis jelmaan. Tapi ia tetap tenang, dan langsung mengarahkan sepedanya ke jalan menuju rumahnya sendiri. Karena harus melewati sungai, si pemuda akhirnya menceburkan diri dengan memanggul sepeda jengkinya itu, menyeberangi sungai. Si gadis jelmaan itu? Gadis itu masih ikut bersamanya. Singkat cerita, sang pemuda telah sampai di halaman rumahnya sendiri. Si gadis masih bersamanya. Ketika dipersilahkan untuk ikut masuk ke rumah. Si gadis tidak mau dan langsung pergi. Di kampung kami, gadis-gadis jelmaan semacam itu disebut "peri". Mungkin ia adalah gadis jin, yang terpikat oleh pemuda dari kalangan manusia. Cuma iseng, pengen dibonceng. Dan sekarang pemuda itu sudah menjadi kakek saya. (Kisah ini menurut cerita beliau sendiri, dan dibenarkan oleh ibu dan bibi saya yang merupakan anak beliau).

Supaya tidak diganggu jin, yang dianjurkan, di antaranya adalah membaca ayat Kursy, atau juga, membaca ta'awudz sambil meludah ke kiri sebanyak tiga kali. Tetapi, meminta perlindungannya harus hanya kepada Allah, bukan kepada lafadz-lafadz tersebut. Kalau ada di antara Anda ada yang pernah diganggu, coba cek lagi sholat Anda. Ingat-ingat lagi, barangkali pernah ada sholat wajib yang ditinggalkan. Wallaahu a'lam. Sholat adalah tiang agama, jadi jangan dianggap enteng meninggalkannya.

Pintu

Posted by Unknown on 18.07 with No comments
Bang, kiri Bang...! (turun angkot)

Ya, umumnya begitu kan kata-kata yang kita ucapkan kepada sopir angkot jika ingin turun. Kenapa coba harus pakai kata "kiri"?
Pernah sih, ada yang bilang, kata "kiri" itu digunakan karena pintu angkot ada di sebelah kiri, bukan kanan. Hmm..ya..yaa.. I see..I see..
Berarti, kalau naik becak, kata-kata yang kita ucapkan jika telah sampai lokasi tujuan dan hendak turun adalah, "Bang, depan Bang...!", karena pintu becak adalah mulut becak itu sendiri yang ada di bagian muka becak.
Dan berarti juga, kalau naik bemo, kata-katanya lain lagi, yaitu, "Bang, belakang Bang...!, karena pintu keluar masuk penumpangnya ada di belakang (meskipun di sebelah supir juga muat penumpang).
Lalu, kalau berdasarkan pintu juga, maka kalau kita naik taxi, bila ingin turun, kita bisa bilang, "Bang, kanan-kiri Bang...!", karena pintunya ada di kanan dan kiri.
Adapun kalau naik ojek...nah, ini yang paling keren, kita bisa bilang, "Bang, kanan-kiri-depan-belakang-atas-bawah Bang...!" Ojek (ojek sepeda motor) nggak ada pintunya... (Dan ternyata, bahasa Inggrisnya "ojek" adalah "motorcycle taxi", menurut buku panduan untuk mahasiswa asing di kampus kami).

Bicara soal pintu depan, pintu belakang, dan pintu arah lainnya, Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2) ayat 189 rupanya juga membahas soal pintu. Pintu apakah? Pintu masuk rumah. Ayat tersebut menegur orang-orang yang masuk ke rumah lewat pintu belakang, dan menganjurkan orang-orang bertakwa agar memasuki rumah (apalagi rumah orang lain) melalui pintu depan. Untuk lebih jelasnya, bisa dibaca tafsirnya

Muka Ketonjok = Kifarat Dosa

Posted by Unknown on 18.05 with No comments
Anda pernah ngerasain bagaimana rasanya kalau muka terkena tinju?
Kalau yang hobi berkelahi mungkin sudah hafal bagaimana rasa ngilunya.
Ceritanya begini, waktu itu saya dan "sparing partner" saya, namanya Jefry (mudah-mudahan kelak menjadi Ustadz Jefry jilid II, jilid III, atau jilid IV), sedang mewakili perguruan Tapak Suci Putera Muhammadiyah Daerah Garut dalam sebuah kejuaraan di Bekasi, untuk cabang "demonstrasi ganda", yaitu duel dengan skenario (teman-teman lainnya di cabang tarung). Mmm..seperti apa ya kalau dijelaskan? Ya..pokoknya kurang lebih seperti adegan berkelahi di film-film laga. Seperti Iko Uwais melawan Aan Ruhiyat pemeran Mat Dog dalam film The Raid. Perkelahiannya sudah diskenario. Semuanya sudah diatur, kapan kita memukul atau dipukul, kapan menangkis, dll. Yang paling sedih adalah jika kita mendapat giliran dibanting. Jika partner melakukan gerakan membanting, maka kita yang harus membantingkan diri dan melemparkan tubuh kita sendiri. Terlebih waktu latihan, seringkali kami melakukannya di atas ubin keramik. Iiihhh..itu kalau beres latihan rasanya badan pada encok. Tapi partner saya badannya sangat kuat untuk urusan dibanting di lantai keramik. Makanya kalau di film ada adegan jagoan menendang muka penjahat lalu penjahatnya terpental berputar-putar dan terjatuh di meja dagangan tukang kue sampe mejanya hancur, itu sebenarnya si penjahat yang melemparkan dirinya sendiri. Makanya kelihatan hebat sekali kan si jagoan, menendang sedikit bisa bikin penjahat mental. Padahal kalau berkelahi sungguhan, hampir-hampir tidak ada orang ditendang sampai mental seperti itu.

Nah, waktu itu itu kami berdua sudah di arena, dipandangi ratusan pasang mata, para atlet, pelatih, dan dewan juri. Dari awal alhamdulillah adegan perkelahian kami lancar. Sampai tiba giliran saya melemparkan diri lalu menjatuhkan badan di lantai. Brugg!! Lumayan, linu. Tapi yang lebih nyeri adalah ketika saya bangkit, dan tanpa sadar partner saya ini sudah melesatkan tinjunya ke muka saya. Ndilalah, antisipasi saya telat. Hasilnya, mendaratlah tinju dari tangan kekar itu di muka saya. Bukkk!! Anda tahu rasanya? Mungkin kurang lebih seperti muka kita terkena lemparan sepatu. Seingat saya, yang lebih ngilu dari "ketonjok" adalah waktu saya jalan meleng di depan kelas (waktu di ma'had), dan tidak melihat jendela di depan saya sedang terbuka. Tiba-tiba...Brakkk!! muka saya menabraknya. Sampai sore harinya, di muka saya ada garis tebal memar berpola teralis jendela.
Tapi, tak mengapalah. Biar jadi kifarat (kaffaarat) dosa-dosa saya, karena Allah tahu siapa saya sebenanya. Sebab, pada sesi latihan juga, partner saya pernah tidak sengaja terkena sabetan golok pegangan saya. Lumayan..impas.. Kalo kata anak ekonomi, 'break even point'.

Eh iya, ngomong-ngomong, Anda tahu "kifarat/kaffaarat" nggak?
Kifarat/kaffaarat itu kurang lebih artinya "penghapusan dosa". Jadi, dalam Islam, sebetulnya juga ada istilah penghapusan dosa. Tetapi bukan dengan cara membayarkan sejumlah uang kepada ulama. Melainkan, bisa dengan menerima cobaan, penyakit, hukuman, dll. Atau kalau inisiatifnya datang dari kita sendiri, maka setiap ada kesalahan yang kita perbuat, harus dihapuskan dengan memperbanyak perbuatan baik yang setimpal. Makanya, dulu waktu Wahsy, pembunuh Sayyidina Hamzah paman Nabi, menyatakan diri masuk Islam dan bertobat, Nabi shallallaahu'alaihiwasallam mengatakan kepadanya bahwa kelak ia (Wahsy) akan melakukan kebaikan besar yang menghapus kesalahan besarnya membunuh Sayyidina Hamzah. Dan benar, beberapa waktu kemudian, dalam sebuah peperangan dengan musuh, Wahsy berhasil menumbangkan salah satu pembesar pasukan musuh.
So, perbanyaklah berbuat baik. Minimalnya untuk menghapus dosa-dosa kecil yang sering kita cicil setiap hari.

= Siapakah Sebenarnya Wanita itu? =

Posted by Unknown on 18.02 with No comments
Waktu itu saya masih blajar di ma'had...
Kebetulan sedang libur bulanan. Libur bulanan, biasa jatuh pada hari kamis-jum'at setiap pekan pertama awal bulan.
Sbagai orang jauh, bkn orang asli stempat, saya tidak pulang ke rumah seperti rekan-rekan yg lain, melainkan stay-in saja di ma'had bersama bbrapa tman lain yg jg tdk pulang.

Siang itu, saya mandi menjelang adzan dzuhur. Satu lokal kamar mandi yg trdiri dari 12 bak mandi besar itu seingat saya hanya ada saya seorang yg mandi.

Hingga selesai mandi, semua seperti biasa. Tidak ada apa-apa. Lalu, saya brjalan keluar dari lokal kamar mandi, menenteng alat2 mandi bserta handuk, menuju tempat wudhu di dkat ruang makan. Suasana bgtu sepi. Di dkat saya tidak ada orang. Paling2 hanya bbrapa karyawan ma'had. Itupun jaraknya agak jauh.

Di tempat wudhu, air tidak keluar. Akhirnya saya menghampiri kran yg brjarak bbrapa puluh langkah dr tmpt wudhu, untuk brwudhu di sana.
Sampai beres wudhu, suasana di sekitar saya biasa saja. Lengang.

Nah, bgtu saya hendak brjalan ke kamar, barulah cerita bermula.
Di dkat tmpat wudhu tadi, tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya menyapa saya. Saya tidak tahu dari mana datangnya. Sblum saya wudhu, di situ tidak ada orang. Tapi tiba-tiba saja wanita paruh baya itu muncul.

"Jang, punten Jang, nyuhunkeun sedekahna.. Kangge budak yatim.. Emak teh ti Gunung Suluh..", kata wanita itu. Saya lupa, apakah yg dia katakan itu Gunung Suluh atau Gunung Batu. Yg jelas, nama gunung itu asing bagi saya. Setahu saya, gunung yg dkat dngan ma'had bernama Gunung Cikurai dan di belakangnya ada Gunung Papandayan.

Saya lalu buru-buru ke kamar, mengambil sesuatu yg bisa diberikan utk wanita itu.
Setelah itu, saya balik lg ke tmpat kmunculan wanita itu, dan memberi ala kadarnya.

Lalu wanita itu brkata, "Hatur nuhun, Ujang.. Ehm, Ujang, ari ngamar palih mana? Tiasa nyuhunkeun acuk anu tos teu diangge, sareng cai asak herang?"
Bliau lalu saya ajak ke kamar. Di kamar saya hanya ada 2 orang tman. Tman saya itu lalu memberinya pakaian yg sudah tidak dipakai. Saya pun memberikan "cai asak herang" seperti yg dia minta. Segelas air putih pun saya serahkan kpada wanita itu.
Saya pikir dia ingin minum. Rupanya bukan. Dia membaca-bacai air itu. Saya melihat sndiri bgmana air itu nampak sdkit brubah warnanya. Wanita misterius itu lalu brtanya pada saya, "Ujang, tiasa saum tilu dinten? Upami teu tiasa, wios engke ku Emak disaumkeun..", seraya menyerahkan kmbali sglas air putih itu kpda saya. Saya bingung campur panik dan takut. Akhirnya saya buru-buru pergi meninggalkan wanita itu, menuju masjid, karena kbtulan saya blum shalat dzuhur.

TO BE CONTINUED... (pengalaman pribadi 8 tahun lalu)

Obat "Strong" dan Kekuatan Pria

Posted by Unknown on 18.00 with No comments
Sering kalau sedang naik angkot atau berjalan kaki menyusuri jalanan, saya melihat ada toko/kios berukuran kira-kira 4x4 atau lebih, yang menawarkan suatu produk obat. Di depannya tidak ada plang seperti layaknya puskesmas ataupun klinik yang bertuliskan "Dokter 24 Jam" ataupun nama klinik. Yang menjadi identitasnya hanyalah sebuah banner atau papan reklame bergambar wanita seksi atau pria berotot sedang berpose, yang di sebelahnya ada dua buah kata yang menunjukkan nama sebuah obat. Dua kata itu: kata depannya adalah "Obat", dan kata belakangnya adalah "Kuat". Di beberapa kios yang lain, mungkin untuk tujuan diferensiasi produk, kata belakangnya ada yang menggunakan kata "Perkasa", atau "Macho". Beuh..saya baru membaca papan reklamenya saja sudah serasa macho.
Dulu, waktu saya masih polos, saya pikir, obat apaan nih? Namanya sangat biasa, namun mengundang penasaran. Barangkali dengan meminum itu seorang pria akan memiliki tubuh yang kuat sehingga mampu mengerjakan sholat sunnat 1000 rakaat. Dan nampaknya, kios tersebut juga menjual mainan, karena di papan relamenya ada kata "Toys". Ah, bukan main.. Kalau orang polos mungkin menduga bahwa di situ juga jual mainan anak-anak agar kalau ada orang dewasa hendak membeli obat di situ dan kebetulan membawa anak, maka sang anak bisa dibelikan mainan agar tidak rewel.
Namun, setelah semakin dewasa, kini saya mengerti, bahwa kekuatan yang ditawarkan oleh obat tersebut bukanlah kekuatan seluruh tubuh agar seorang Samurai kuat menenteng empat pedang di pinggangnya atau agar seorang tentara kuat menjinjing senapan serbu, melainkan kekuatan untuk mengisi "organ tertentu" saja. Weleh-weleh...

Sekarang saya mengerti bagaimana "kekuatan pria" diukur. Namun, kalau kita menilik hadits. Rasulullah shallallaahu'alaihi wasallam menjelaskan bahwa pria yang kuat adalah yang mampu menahan diri dari nafsu amarah. "Amarah" berasal dari kata 'amar' yang artinya 'perintah'. Sehingga, pria yang kuat adalah pria yang pandai menahan nafsu yang memerintahkan kepada keburukan, dan mampu mengendalikan diri. Kalau dihubungkan dengan khasiat "obat" di atas, maka semakin pandai seorang pria mengendalikan diri untuk tidak segera melampiaskan nafsunya, semakin "kuat" lah ia. Tidak aneh, jika seorang ulama menganjurkan para pria untuk pandai "bersabar". Sebab, nafsu dan tempramen pria, pada umumnya, mudah terpicu. Entah itu nafsu amarah, ego, maupun nafsu lainnya. Sehingga, kesabaran dan pengendalian diri sangatlah perlu untuk terus kita latih.

Pemburu Jilbaber

Posted by Unknown on 17.55 with No comments
Suatu malam, saya bersekongkol dengan beberapa orang teman, sekaligus melakukan lobi terhadap seorang teman yang saya anggap termasuk salah seorang yang paling alim di asrama mahasiswa.
"Ente maunya yang kayak gimana?" tanya si alim ini.
"Pokoknya yang udah jadi lah..", jawab saya.
"Yang udah jadi gimana, maksudnya?" tanyanya lagi.
"Ya pokonya yang solehah bener-bener. Jilbabnya syar'i. Yang meskipun dunia kiamat luluh lantak, dia akan tetep berjilbab demikian. Piye? Ada nggak?" tanya saya.
"Hmm..ada, ada", katanya.

Singat cerita, keesokan paginya saya dan dua orang teman telah bersiaga di sebuah fakultas bernama "Fakultas Dirasat Islamiyah". Adapun teman saya yang alim ini sudah ada di dalam gedung fakultas tersebut, memastikan "target" kami sudah dalam genggaman. Tidak lama kemudian, ada sms. Isinya: "Mas Boy, kelas udah kelar nih". Maksudnya, supaya saya dkk. segera bergerak menuju "sasaran". Kami segera saja merangsek masuk ke dalam gedung tersebut, layaknya regu kecil Delta Force melancarkan operasi intelijen. Teman saya si alim, bertindak sebagai pengintai. Dua orang rekan saya akan menjadi "eksekutor". Adapun saya,,,bertugas menjadi "jilbabers hunter", pemburu para jilbaber. Jobdesk saya adalah mengumpulkan data para jilbaber yang akan menjadi "target", menghubungi mereka, menentukan waktu, dan menyiapkan bingkisan...
Bila "target" telah terkunci, maka dua orang rekan saya yang akan melakukan "eksekusi" dengan melakukan wawancara terhadap para jilbaber terpilih tersebut, seputar sejarah mereka berjilbab hingga kokoh seperti sekrang ini, faktor-faktor pendukung dan penghambat, jilbab dan karir, dan banyak lagi.
Seorang jilbaber sempat agak terkejut waktu saya bilang, "Sebenarnya Mbak sudah kami intai sejak lama". Hehe..supaya memancarkan hawa intelijen
Dan salah satu yang kami highlight adalah statement seorang jilbaber yang sempat kami wawancarai, yang bunyinya kurang lebih, "Dulu ketika pertama kali berjilbab, orang tua dan teman-teman meragukan saya, jangan-jangan nanti dilepas lagi. Tapi saya berani bertaruh, bahwa saya akan teguh. Dan sekarang, saya buktikan, bahwa jilbab/hijab tidak menghalangi aktifitas saya. Saya sampai sekarang masih suka mendaki gunung, dan juga melakukan kegiatan-kegiatan semacamnya. Lalu, kalau memang belum ada wanita aktif, unggul, pemanjat tebing or semacamnya, yang berjilbab, maka saya akan mengadakannya, dengan membuat diri saya menjadi wanita seperti itu." Beeuuuhhhh... mantabz. Dan si Mbak jilbaber yang mengunkapkan statement tersebut memang betul-betul berjilbab syar'i, berjubah, layaknya pemeran wanita di film Ketika Cinta Bertasbih. Lho kok tau? Ya iyalah..lha wong meski wawancaranya hanya beberapa menit, tapi pengintaian kami berhari-hari, didukung dengan para informan terpercaya yang betul-betul mengenal dekat para jilbaber yang menjadi "target".

Selain menjadi "jilbabers hunter", saya juga merangkap sebagai pengumpul data interview terhadap para wanita yang tidak atau belum berjilbab. Alhamdulillah upaya ini didukung oleh beberapa teman yang lain.
Dan yang sungguh luar biasa adalah respon yang sangat positif dari para responden, yang notabene tidak berjilbab atau belum berjilbab secara permanen. Beberapa di antaranya mengutarakan bahwa salah satu faktor yang membuat mereka belum siap berjilbab, adalah adanya konsekuensi dari jilbab yang menuntut mereka harus sudah baik akhlaknya, sedangkan mereka belum siap, sehingga merasa belum pantas. Ada juga yang memaparkan bahwa kondisi lingkungan dan teman-temannya belum mendukung, sehingga ia takut ada "gap" dengan teman-teman. Tapi, secara umum, para responden tersebut, menyatakan bahwa mereka ada iktikad untuk berjilbab di waktu mendatang.
Hmm..insyaAllah..prosesnya akan berjalan lancar, jika rekan-rekan jilbaber lebih memperluas pergaulannya, menjangkau teman-teman yang belum berjilbab, dengan pergaulan yang betul-betul cair, agar bisa menciptakan motivasi berjilbab di kalangan teman-teman kita yang belum berjilbab atau belum permanen berjilbab.
Sewaktu tinggal di dhersane (kami sempat menyebutnya Kosan/Asrama Turki), kami akrab dengan budaya "Tea-Time". Entah itu diskusi, mengaji, bercengkerama, santai, ataupun ketika menyambut tamu, maka "tea-time" insyaAllah selalu menjadi sajian andalan. Pengasuh kami dan rekan-rekan menamai saat-saat minum teh itu dengan istilah "çay saatı" (dibacanya "Chai Sa-ate"), hampir mirip dengan bahasa Arab, di mana "çay" adalah teh yang bahasa Arabnya "syai", dan "saatı" artinya waktu, seperti "saa'ah" dalam bahasa Arab.

Implikasi dari intensitas budaya minum teh yang begitu sering, adalah seringnya kami mencuci cangkir-cangkir teh, sendok, dan teko. Akhirnya, saya sebagai orang iseng, mengusulkan kepada ketua kami untuk meningkatkan "efisiensi" supaya kami tidak bolak-balik mencuci cangkir. Saya bilang aja ke ketua, "Bi, mungkin supaya lebih efisien dan biar kita nggak usah bolak-balik nyuci cangkir, bagaimana kalo kita minum tehnya langsung dari tekonya, dan kita udah ngemut gula di mulut kita masing-masing? Jadi nggak perlu cangkir, sendok, dan tempat gula..begitu..haha "
Eheheh, rupanya ketua membalas kelakar saya. Dia bilang, "Wah, itu masih kurang efisien. Supaya lebih efisien, langsung saja kita masukkan air panas ke mulut kita, lalu tambahkan gula, dan terakhir masukkan teh celup lalu kita kumur-kumur....blubuk-blubuk!! hahaha!! Jadi lebih efisien, karena nggak perlu teko juga.. " (begitu kurang lebih perkataannya saya bahasakan ulang)

Hehe..tapi kalau dipikir-pikir dari segi etika dan estetika, efisiensi yang kami ajukan di atas tidak bagus. Sehingga, kami kembali kepada konsep yang diajarkan Rasulullah shallallaahu'alaihi wasallam, yakni tidak langsung minum dari teko, kendi, atau bejana, melainkan dituang dulu ke gelas atau cangkir, supaya kalau. (Kecuali kalau darurat atau kepepet. Misalnya, karena gak ada gelas or cangkir.)

Nah, dewasa ini kita kerap mendengar istilah "standing party" atau pesta tanpa tempat duduk. Sebetulnya kalau hanya sekedar pertemuan biasa dengan tidak duduk, tanpa melibatkan acara makan-minum, mungkin tidak mengapa. Tetapi, hampir-hampir kan di setiap acara itu ada acara makan dan/atau minum -nya.Ya tho? Inti dari sebuah acara, kebanyakannya, adalah pada sesi makan-minumnya kan? Coba saja, kalau Anda mengundang pesta, tapi tidak ada makan atau minum-nya. Beberapa persen kemungkinan para hadirin dan hadirat nya bisa-bisa pada merengut, atau, buru-buru pulang, atau kalau yang bisa sabar, maka akan permisi keluar sebentar, untuk membeli makan/minum di luar, lalu masuk ke ruangan kembali.
Selanjutnya, karena acara pesta biasanya ada sesi santap hidangan makanan/minuman, maka hendaknya jika kita yang bertindak sebagai penyelenggara, kita sediakan pula tempat duduk, bisa berupa kursi, atau sejenisnya. Agar, acara kita tidak hanya lancar, tapi juga ada nilai keberkahan dan ibadahnya dengan melaksanakan apa yang dianjurkan Rasulullah Muhammad shallallaahu'alaihi wasallam.

Laqod kaana lakum fii rasuulillaahi uswatiun hasanah