Tampilkan postingan dengan label hikmah illahi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hikmah illahi. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Juni 2013

Sewaktu tinggal di dhersane (kami sempat menyebutnya Kosan/Asrama Turki), kami akrab dengan budaya "Tea-Time". Entah itu diskusi, mengaji, bercengkerama, santai, ataupun ketika menyambut tamu, maka "tea-time" insyaAllah selalu menjadi sajian andalan. Pengasuh kami dan rekan-rekan menamai saat-saat minum teh itu dengan istilah "çay saatı" (dibacanya "Chai Sa-ate"), hampir mirip dengan bahasa Arab, di mana "çay" adalah teh yang bahasa Arabnya "syai", dan "saatı" artinya waktu, seperti "saa'ah" dalam bahasa Arab.

Implikasi dari intensitas budaya minum teh yang begitu sering, adalah seringnya kami mencuci cangkir-cangkir teh, sendok, dan teko. Akhirnya, saya sebagai orang iseng, mengusulkan kepada ketua kami untuk meningkatkan "efisiensi" supaya kami tidak bolak-balik mencuci cangkir. Saya bilang aja ke ketua, "Bi, mungkin supaya lebih efisien dan biar kita nggak usah bolak-balik nyuci cangkir, bagaimana kalo kita minum tehnya langsung dari tekonya, dan kita udah ngemut gula di mulut kita masing-masing? Jadi nggak perlu cangkir, sendok, dan tempat gula..begitu..haha "
Eheheh, rupanya ketua membalas kelakar saya. Dia bilang, "Wah, itu masih kurang efisien. Supaya lebih efisien, langsung saja kita masukkan air panas ke mulut kita, lalu tambahkan gula, dan terakhir masukkan teh celup lalu kita kumur-kumur....blubuk-blubuk!! hahaha!! Jadi lebih efisien, karena nggak perlu teko juga.. " (begitu kurang lebih perkataannya saya bahasakan ulang)

Hehe..tapi kalau dipikir-pikir dari segi etika dan estetika, efisiensi yang kami ajukan di atas tidak bagus. Sehingga, kami kembali kepada konsep yang diajarkan Rasulullah shallallaahu'alaihi wasallam, yakni tidak langsung minum dari teko, kendi, atau bejana, melainkan dituang dulu ke gelas atau cangkir, supaya kalau. (Kecuali kalau darurat atau kepepet. Misalnya, karena gak ada gelas or cangkir.)

Nah, dewasa ini kita kerap mendengar istilah "standing party" atau pesta tanpa tempat duduk. Sebetulnya kalau hanya sekedar pertemuan biasa dengan tidak duduk, tanpa melibatkan acara makan-minum, mungkin tidak mengapa. Tetapi, hampir-hampir kan di setiap acara itu ada acara makan dan/atau minum -nya.Ya tho? Inti dari sebuah acara, kebanyakannya, adalah pada sesi makan-minumnya kan? Coba saja, kalau Anda mengundang pesta, tapi tidak ada makan atau minum-nya. Beberapa persen kemungkinan para hadirin dan hadirat nya bisa-bisa pada merengut, atau, buru-buru pulang, atau kalau yang bisa sabar, maka akan permisi keluar sebentar, untuk membeli makan/minum di luar, lalu masuk ke ruangan kembali.
Selanjutnya, karena acara pesta biasanya ada sesi santap hidangan makanan/minuman, maka hendaknya jika kita yang bertindak sebagai penyelenggara, kita sediakan pula tempat duduk, bisa berupa kursi, atau sejenisnya. Agar, acara kita tidak hanya lancar, tapi juga ada nilai keberkahan dan ibadahnya dengan melaksanakan apa yang dianjurkan Rasulullah Muhammad shallallaahu'alaihi wasallam.

Laqod kaana lakum fii rasuulillaahi uswatiun hasanah

Minggu, 02 Juni 2013

Baru saja...

Posted by Unknown on 17.28 with No comments
Saya sedang berjalan di trotoar di sisi jalanan kampus, hendak menuju tempat semedi saya: warnet.
Tiba-tiba seorang mahasiswi berjalan menghampiri saya dari arah parkiran motor.
Saya pikir hendak bertanya alamat. Gak tahunya dia minta tolong, motornya tidak bisa dinyalakan.
Saya coba starter, dan ternyata benar. Mesinnya tidak mau menyala. Berkali-kali saya starter, tetap motor ini keras kepala dalam "mati suri" nya. 

Gagal menstarter, saya beralih kepada cara kedua: meng-engkol pedal selagh-nya.
Tetep gak mau nyala. Astaghfirullaahal'adziim.. Saya jadi teringat peristiwa "Membuka Tutup Botol" di bus jurusan Tangerang-Bekasi yg dulu.

Saya tanya, "Biasanya begini, Mbak?
"Nggak kok. Ini baru aja begini", jawab mahasiswi itu.
"Pernah tiba-tiba berhenti di tengah perjalanan?" tanya saya seperti intelpol mengintrogasi.
"Pernah sih. Tapi nyala lagi kok waktu itu.." jawabnya lagi.

Saya bingung, lalu menelpon seorang kawan.
Di tengah-tengah saya menelpon, seorang murid saya lewat. Lalu dia melihat saya yg kebingungan. Dia lalu mmbantu kami. Dan... Aha! dia temukan trouble-nya.. dan mesin motor berhasil menyala di tangannya.. ALhamdulillaah..

Pelajaran yg kami dapat hari ini:
1. Firman Allah bahwa siapa yg menolong (dlm ayat Qur'an: menolong agama Allah), maka Allah akan menurunkan bantuan.
2. Orang yang barangkali sering terlupa oleh kita, barangkali justru dia yang akan menolong kita.

# Maximum-Minimum #

Posted by Unknown on 17.12 with No comments
Allah memerintahkan kita berusaha, semaksimal mungkin, dalam mencapai sesuatu. Kendati demikian, segala upaya maksimal kita tersebut hanyalah merupakan hal minimum di hadapan Allah, yg harus kita penuhi, sekedar supaya kelihatan pantas, bahwa kita layak mendapatkan suatu hasil.
Ya. Contohnya: jika Anda sakit, maka ikhtiar maksimum Anda barangkali adalah berobat ke dokter, rumah sakit, tabib, pengobatan herbal-tradisional, dsb. Namun, semua upaya susah payah Anda itu di sisi Allah hanyalah syarat minimal. Sebab, Anda hanya harus datang k tmpat berobat, pada hari tertentu. Tidak perlu menciptakan dulu dokternya, lalu Anda urus dia dari kecil sampai dewasa, lalu Anda didik menjadi dokter, yg memakan waktu bertahun-tahun baru Anda bisa berobat. Anda tidak perlu menciptakan dulu tumbuh-tumbuhan obat, lalu Anda teliti tumbuhan mana yg baik untuk obat, dan lalu Anda serahkan kpd si Dokter krn Anda mau berobat kepadanya. Ikhtiar kita hanyalah persentase kecil dari keputusan Allah, yg jika tidak dipenuhi maka pencapain hasil yg kita inginkan akan mendekati kemustahilan; sekalipun Allah bisa mewujudkan yg mustahil itu.
Contoh lain: Anda lapar, dan ingin makan. Kalau Anda mau masak sendiri, upaya maksimum Anda adalah belanja apa yg mau dimasak, lalu memasaknya, kemudian memakannya. Tapi, di sisi Allah, upaya Anda tersebut hanyalah syarat minimal yg harus Anda penuhi. Sebab, jika Anda ingin beli beras, Anda cukup tinggal beli. Tidak perlu menciptakan dulu petaninya, mengurusnya dari bayi sampai dewasa, lalu mendidiknya dgn ilmu dan tata cara bertani, dan kemudian menyuruhnya menjual beras hasil bercocok tanamnya kpada tukang beras yg akan Anda kunjungi. Karena, semua itu adalah "ranah" yg diatur oleh Allah. Bukan wilayah kita.
Seperti halnya jika kita bercocok tanam. Ranah yg menjadi wilayah kita, yg merupakan upaya maksimum kita, adalah menggali tanah, menaruh benih tanaman yg akan dipendam, lalu menutupkan tanahnya kembali. Tetapi, perkara benih itu akan tumbuh atau tidak, itu adalah wilayah 'prerogatif' Allah. Ikhtiar/berusaha adalah wilayah kita. Adapun berdoa adalah permohonan kita agar Allah melakukan tindakan terbaik pada apa yg menjadi wilayah-Nya.
Kaum atheist/ateis meyakini bahwa usaha dan hasil adalah wilayah manusia. Namun, perlu diperhatikan, bahwa ada upaya yg tidak mendatangkan hasil, dan ada pula hasil yg datang tanpa diupayakan. Di situlah Kebijaksanaan Allah berada.

Innamal 'ilmu 'indallaah..wa innamaa ana nadziirun mubiin..

# Kriteria, “Tapi”, dan Peluru Cinta #

Posted by Unknown on 17.04 with 1 comment
Pada beberapa wanita, seringkali konsep tentang pria ideal yang pantas jadi pasangan (suami) mereka itu “terlalu banyak kriteria” yang harus dipenuhi. Tidak cukup ganteng, tapi harus juga baik hati, penyayang, baik agamanya, dan yang paling wajib adalah “mapan”. Bahkan ada yang lebih banyak lagi, dengan kriteria mendetail, seperti: si pria harus berhidung mancung, kulit putih, tinggi 180 cm, penghasilan per bulan minimal Rp30 juta, udah punya rumah, punya mobil, keturunan bangsawan atau orang terpandang, dan lain-lain. Namun, tidak semua wanita seperti ini. Ada juga wanita yang memprioritaskan kriteria tertentu saja yang wajib, sedangkan kriteria-kriteria lainnya tidak wajib ada, jika memang tidak ada “pria versi komplit”.

Sedangkan pria, justru sebaliknya. Seringkali, dalam memilih wanita, pria “kekurangan kriteria”. Pokoknya, asalkan si wanita punya wajah yang cantik dan bodi yang aduhai, maka oke sajalah. Dampaknya, ada kecenderungan “semua wanita masuk kriteria”. Namun, tidak semua pria demikian. Ada juga pria yang setia dengan satu wanita.

Dari beberapa pemaparan di atas, bukan hal aneh jika Rasulullah shallallaahu’alaihiwasallam menganjurkan pria untuk “memperbanyak kriteria” tentang wanita yang baik untuk dijadikan pasangan. Jangan hanya memandang paras yang memikat, tetapi juka harus ditilik dari segi-segi yang lain, keluarganya, gaya hidup, dan terutama: pengamalan agamanya. Supaya, tidak semua wanita masuk ke dalam hatinya.
Adapun wanita, dianjurkan mengurangi kriteria-kriteria pasangannya, dengan memprioritaskan beberapa saja, terutama: pengamalan agamanya. Supaya, tidak semua pria dianggap tidak pantas, dan agar jodoh menjadi ada. Sebab, setiap orang selalu ada “Tapi”-nya. Yaps. Ada cowok baik, ganteng, sopan, “tapi” nggak kaya. Ada cowok pinter, alim, “tapi” nggak ganteng. Dan semacamnya. Ada orang gede berotot, perkasa, berwibawa, “tapi” takut sama kecoa. Ahahay…

Setiap cowok, punya “peluru cinta”, yang akan ia tembakkan kepada wanita pujaan hatinya. Ada yang memiliki banyak peluru cinta, sehingga gemar “menembakkannya” setiap kali ada wanita yang pas untuk jadi sasaran tembak. Ada yang hanya punya beberapa peluru, sehingga peluru yang terakhir hendaknya dipertahankan hingga waktunya tepat, jangan dibuang percuma menjadi kehampaan. Ada juga, yang hanya punya satu “peluru cinta”. Ialah “Sniper Cinta”. Ia hemat-hemat peluru itu agar tak melesat sebelum datang wanita yang mau “ditembak” dengan “peluru satu-satunya” dalam ikatan pernikahan.

Sedangkan wanita, kekebalan terhadap peluru dan kemampuan menghindarinya bisa menjadi perbincangan menarik. Ada wanita yang selalu saja “menjadi klepek-klepek” setiap kali terkena peluru-peluru cinta pembius yang datang dari siapapun. Tapi yang kasihan adalah ia yang selalu “terluka” akibat peluru-peluru nyasar. Ada yang “lebih kebal” peluru, tetapi beberapa kali tak berdaya menghadapi peluru cinta yang datang bertubi-tubi. Ada juga, “Wanita Anti Peluru”, hanya mempan oleh satu peluru, yaitu “peluru cinta” dalam ikatan pernikahan. (Kata “cinta” harap tetap dipahami sebagai cinta yaa.. jangan dipahami “yang lain”).

Rabu, 29 Mei 2013

# Penawar #

Posted by Unknown on 08.59 with No comments
Siang itu saya sedang agak santai setelah bertemu dengan dosen. Setelah keluar dari gedung fakultas, saya iseng ngadem di bawah pohon, menunggu kumandang adzan Dzuhur sambil membaca buku-buku feminis. Mulanya agak santai. Namun, begitu halaman yang dibaca semakin banyak, semakin luas bahasannya. Ada pemaparan para feminis yang saya setujui, misalnya, tentang perlindungan wanita korban perkosaan dan KDRT, pengentasan wanita dari kemiskinan, tentang kesempatan perempuan untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Tetapi, ketika tiba pada beberapa titik yang bagi saya nampak seperti upaya untuk men-dekonstruksi atau bahkan men-destruksi ajaran Islam, saya sangat keberatan. Seingat saya, hadits saja tidak bisa menandingi Al-Qur'an, oleh sebab, hadits yang shahih sekalipun derajatnya hanya "dzonniy", yakni "dipersangkakan" shahih, karena ada kemungkinan memiliki banyak versi sebagai akibat dari banyaknya perawi yang menuturkan dengan bahasa mereka masing-masing sesuai tingkat pemahaman tiap-tiap perawi yang berbeda-beda. Sehingga, hadits, meskipun disandarkan sebagai perkataan Nabi, tidak dapat menandingi Al-Qur'an yang merupakan Kalam Allah yang "qoth'iy" (paten). Nah, ini tiba-tiba pemikiran manusia mau menrobos beberapa batasan Al-Qur'an. Kalo yang dikritik adalah penafsiran para ahli tafsir atau pemikiran para ahli fiqih, mungkin masih bisa ditolelir. Tapi, kalau sudah menabrak nash Al-Qur'an, rasa-rasanya kok seperti mengadili Al-Qur'an. AL-Qur'an adalah petunjuk dan pedoman bagi akal, sehingga fungsinya adalah untuk meluruskan jalan pemikiran akal, bukan sebagai objek yang diadili oleh Al-Qur'an.
Beberapa feminis, mengusung "kesetaraan gender". Kesetaraan sebenarnya sudah ada. Tapi, jika yang dituntut adalah kesamaan (equality), saya pikir hasilnya tidak akan mashlahat. Bisa-bisa menuntut kesamaan "hak", tetapi menghindari kesamaan kewajiban. Di dalam Islam, setahu saya, keadilan lebih kepada "proporsionality", bukan selalu "equality". Jika kita memperturutkan akal dan nafsu, dengan selalu menuntut "kesamaan", saya bisa saja memperturutkan nafsu dan akal saya untuk mengarusutamakan "Maskulinisme", yang menuntut agar para suami tidak perlu memberikan nafkah kepada istrinya jika sang istri sudah bekerja atau lebih kaya dari suami; menuntut agar istri yang kaya menafkahi suami yang miskin; menuntut agar derajat seorang ayah sama tingginya dengan ibu, dll, dan selalu mempertanyakan "Untuk apa sebenarnya laki-laki diciptakan?". Atau bisa saja saya mendirikan "Youth-isme" yang menuntut agar ada "horizontalization" antara kalangan muda dan kalangan tua, di mana jika orang tua menghardik/membentak anaknya maka sang anak berhak balas membentak. Atau, bisa saja kami dirikan "Short-isme" yang menuntut kesetaraan peluang kerja bagi orang-orang bertubuh pendek, karena selama ini syarat untuk menjadi pilot, TNI, pramugari/pramugara, dll., mempersyaratkan tinggi badan tertentu. Bisa juga kami himpun orang-orang untuk mendirikan "Ugly-isme" yang menuntut agar orang-orang buruk rupa bisa memiliki "keberuntungan" yang sama, karena selama ini peran-peran utama protagonis dalam film selalu orang tampan dan cantik, dan selama ini orang-orang yang tidak ganteng dan tidak cantik sering tidak diterima perusahaan karena ada satu syarat yang tidak bisa dipenuhi, yaitu "berpenampilan menarik".
Atau, bisa juga kami ciptakan paham "child-isme" yang menuntut agar uang jajan anak TK sama dengan uang "living costs" anak kuliah, karena "ketidaksamaan" dianggap ketidakadilan dan penindasan yang mengatasnamakan dogma, konstruksi sosial, dan penafsiran ajaran agama. Jika memperturutkan kerja akal yang demikian, akan banyak sekali aliran yang kita ciptakan.
Dalam Islam, semuanya proporsional, sehingga tiap peran memiliki ketentuan-ketentuan berbeda. Menjadi anak, ketentuannya berbeda dengan menjadi orang tua. Menjadi suami, ketentuannya berbeda dengan menjadi istri. Dan lain sebagainya. Allah telah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, pada porsinya. Namun, hal-hal yang ALlah ketahui tidaklah semuanya kita ketahui, yang menuntut kita berpegang kepada AL-Qur'an, dan juga hadits sebagai penjelas, jika pada saat-saat tertentu pemikiran kita yang kapasitasnya tebatas tidak mampu menjawabnya.

Otak saya memanas, dan semakin memanas. Namun tiba-tiba lamunan saya dibuyarkan oleh tawa beberapa mahasiswa yang sedang berkumpul tidak jauh dari saya. Rupanya mereka lagi pada bermain ABC (ABC Lima Dasar), menentukan nama-nama hewan. Ketika tiba pada huruf M, beberapa mahasiswa menyebutkan berbagai macam nama hewan.
Ada yang berseru, "Marmut".
Lalu ada yang lain berteriak, "Mamoot", dan banyak lagi nama hewan yang berawalan huruf M.
Tapi, yang unik adalah seorang di antara mereka ada yang nampak bingung, dan tiba-tiba nyeletuk, "Marsupilami..! Yaa..Marsupilami..haha!!"
Ini lucu sekali, dan membuat saya tertawa. Otak saya yang berasa ngebul langsung fresh kembali.
Anehnya, teman-temannya yang lain membenarkan bahwa Marsupilami adalah nama hewan, padahal kan Marsupilami hanya tokoh fiksi ciptaan André Franquin (menurut akun FB-nya Marsupilami). Hahaha..bisa aja adik-adik mahasiswa ini.. Tapi saya merasa terhibur. Rupanya, ketika Allah menyuguhkan kita sesuatu yang membuat kita berpikir keras, Dia juga menyediakan sesuatu yang menghibur di dekatnya tidak jauh darinya. Seperti halnya ketika ia menciptakan penyakit, maka bersamaan dengannya Dia ciptakan obatnya. Tidak aneh jika orang banyak yang bilang bahwa penyakit yang diakibatkan karena kebanyakan makan durian bisa ditawarkan dengan meminum sari-sari dari kulit durian, dan, bisa ular bisa ditawarkan dari serum dalam tubuh ular tersebut. Contoh lainnya, Allah menciptakan lalat dengan dua sayap, yang mana satu sayapnya mengandung racun/penyakit, dan sayap yang lain mengandung penawarnya, sehingga, jika ada lalat nyemplung di minuman Anda, Rasulullah (shallallaahu'alaihiwasallam) menyuruh kita meneggelamkan si lalat sebelum membuangnya, agar kedua sayapnya tenggelam dalam minuman kita, sebab racun pada sayap yang satu akan dinetralkan oleh sayap yang satunya lagi.

Innamal 'ilmu 'indallaah..wa innamaa ana nadziirun mubiin..
Subhaanaka laa 'ilma lanaa illaa maa 'allamtanaa innaKa Anta Al-'Aliimu Al-Hakiim.

# Lomba Bikin Film #

Posted by Unknown on 01.42 with No comments
Setiap orang adalah tokoh utama dalam kehidupannya, dan orang lain adalah figurannya. Anda adalah tokoh utama dalam hidup Anda, dan saya hanyalah figuran dalam kisah hidup Anda, yang berperan dalam scene ketika Anda membuka akun Facebook Anda lalu membaca tulisan ini. Betul ini. Sungguh. (Logat Arie Keriting Stand-Up Commedy Indonesia Season 3)

Dunia ini hanyalah karantina para peserta “Lomba Pembuatan Film Otobiografi” yang pesertanya adalah kita semua yang pernah hidup. Segala makhluk yang ada di alam raya akan merekam segala perbuatan kita layaknya kamera, termasuk pancaindera dan sel-sel tubuh kita, senada dengan apa yang dipaparkan oleh Pak Agus Mustofa dalam bukunya “Ternyata Akhirat Tidak Kekal”. Rekaman beberapa scene-nya bahkan bisa diputar ulang di dunia, sebelum sampai di akhirat. Salah satu contohnya adalah apa yang pernah dituturkan oleh salah seorang senior saya tentang rekannya yang menjadi sukarelawan Bencana Tsunami Aceh beberapa tahun silam. Pada suatu malam, sukarelawan ini istirahat di tenda posko setelah seharian bekerja mengevakuasi jenazah yang tertimbun reruntuhan bangunan, lumpur, dan segala macam. Ketika sedang istirahat itu, tiba-tiba ia melihat orang-orang dalam jumlah yang sangat banyak berlarian dari kejauhan menuju jalanan di depan posko. Sukarelawan ini lantas keluar ke jalan itu hendak menghampiri orang-orang itu dan bertanya pada mereka apa yang terjadi. Ia melihat, orang-orang itu berlarian ke arahnya sambil berteriak-teriak, “Air….!! Aiiirrr…!! Awas ada aiiirr…!!”, sambil di belakang mereka ada ombak yang begitu besar yang tingginya mungkin puluhan meter. Sukarelawan ini melihatnya begitu jelas. Orang-orang yang berlarian ke arahnya itu dikejar ombak yang begitu tinggi. Namun, ketika orang-orang itu berlari menubruknya, mereka tembus, air bah yang demikian besar itu pun tembus, layaknya penampakan, namun sangat jelas di pandangannya. Ini salah satu sample. Contoh yang lainnya banyak. Misalnya, jika di suatu malam yang sepi lalu terdengar banyak suara anak-anak sangat berisik muncul di sebuah bangunan sekolah, bisa jadi itu adalah suara para siswa yang terekam ketika mereka sedang bermain atau ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Wallaahu a’lam.

Next…
Hasil pembuatan film otobiografi ini kemudian diarsipkan ketika peserta yang bersangkutan telah menyelsaikan film kehidupannya (mati). Semua orang demikian. Kelak film-film kehidupan semua orang akan ditayangkan di hadapan semua banyak makhluk, dan dinilai langsung oleh Juri Agung Yang Maha Adil. Diputar ulang di hadapan semua manusia dan jin di Festival Padang Mahsyar.

AL-Qur’an surat Al-Zalzalah (99) ayat 7-8 menegaskan bahwa kita akan melihat segala perbuatan kita kembali. Melihat di sini artinya kita akan menonton (watching) film kisah hidup kita di dunia. Bukan hanya sekedar mendengar rekapan amal perbuatan kita yang dibacakan para malaikat pencatat amal, atau seperti mendengarkan siaran radio Gen FM Jakarta, Ben’s Radio, Radio Dangdut Indonesia, atau Ardan Bandung. Melainkan, betul-betul menyaksikan. Detil dengan sedetil detilnya, sampai tingkat dialog. Barangkali seperti kita menonton percakapan dua orang sniper musuh dalam film The Raid, ketika salah satu di antara mereka berkata kepada temannya, “Aku ambil yang kiri, kamu ambil yang kanan”. Lalu, kalau ada suara dalam hati kita, mungkin di layarnya akan muncul layar insert kecil di ujung kanan atas yang berisi kata-kata yang kita ucapkan dalam hati. Jadi film tentang kita akan ditonton oleh kita dan semua makhluk yang dihisab amalnya. Sir Alex Ferguson mungkin akan menyaksikan kembali kisah hidupnya di dunia, awal kariernya, lalu berlanjut pada masa-masa beliau mendidedikasikan dirinya melatih klub Manchester United, sampai beliau pensiun, dan seterusnya dan seterusnya. Mendiang Ustadz Jefry Al Buchori pun kelak akan menyaksikan sejarah perjalanan hidupnya di dunia, dari mulai lahir sampai beberapa waktu lalu Allah memanggil beliau untuk segera men-submit film otobiografinya di dunia, karena sudah deadline. Kita pun sama. Mungkin kelak Anda akan menyaksikan scene ketika Anda membuka akun FB Anda dan membaca tulisan ini. Saya pun bisa jadi akan melihat kembali adegan ketika saya mencoba membantu seseorang membuka tutup botol dan berulang kali gagal, sewaktu naik bus jurusan Tangerang-Bekasi. Akan ditayangkan kembali pula ketika saya dan teman-teman menonton film Rab Ne Bana Di Jodi, dan menjadi ketagihan hingga mengulang-ulang lagi menontonnya sampai puluhan kali (teman saya ada yang menontonnya berulang-ulang sampai 30 kali), menghafalkan dialog ketika Raj mengucapkan “Hum hai rahi pyaar ke, Phir milenge chalte chalte”, perkataan Surinder “Punjab Power Lighting Up Your Life”, dan menghafalkan lagu “Tujh Mein Rab Dikhta Hai”. Bukan main. Teman saya yang tempo hari mimpi diuber-uber zombie banci pun tak mustahil akan menyaksikan dirinya yang sedang tidur, dan di sudut kiri bawah layar muncul inset kecil berisi video yang ada dalam mimpinya, yaitu zombie-zombie yang mengejarnya. Oke punya sekali mimpinya itu. Tapi, selucu apapun film kita, sepertinya kita sulit tertawa, karena mengkhawatirkan nasib kita di sana. Semua orang sibuk menimbun tanya dalam hatinya, “Apakah saya akan menerima kitab catatan kisah hidup saya dari arah kanan, ataukah dari sebelah kiri dan belakang?” Semoga, jika ada aib dalam kisah kita, Allah berkenan menyensornya.

Allaahumma tawaffanaa muslimiin, wasthur ‘uyuubana, waj’alnaa fi ash-shhalihiina, fi rahmatik.

Selasa, 28 Mei 2013

# 3 Dimensi #

Posted by Unknown on 19.24 with No comments
Di manapun Anda berada, dunia yang Allah hamparkan di mata Anda hanyalah sejauh mata memandang. Sejauh apapun jarak yang pernah Anda tempuh, meski Anda pernah keliling dunia jutaan kali, yang dihamparkan di depan mata Anda, hanyalah sejauh yang dapat Anda lihat, dalam radius beberapa ratus meter saja, selebihnya "ghaib", tidak terjangkau penglihatan Anda. Jika Anda berusaha melangkah maju untuk memperjelas penglihatan Anda terhadap sesuatu di depan Anda, maka hal-hal di belakang Anda pun menghilang beberapa meter, jadi tak nampak. Jika Anda berjalan melangkah ke sebelah kanan untuk memperjelas penglihatan Anda terhadap sesuatu nun jauh di kanan Anda, maka hal-hal di nun di sebelah kiri Anda pun menghilang beberapa meter, jadi tak kentara. Bila Anda berlari ke arah Timur, maka apa-apa yang ada di sebelah Barat Anda menjadi "ghaib" beberapa meter.

Terlebih, dunia ini betul-betul ilusi. Apa-apa yang bisa Anda lihat, tak semuanya dapat Anda raih dengan tangan Anda. Tak semuanya dapat Anda jangkau, padahal terlihat. Dunia fana. Tak semua rencana menjadi nyata. Tak semua harap terejawantah. Tak semua mimpi terwujud.

Tapi jangan khawatir, sebab Allah menjadikan kita hidup pada tiga dimensi, yakni kasat, ghaib, dan antara. Artinya, kita dapat memperbuat segala amalan dalam 3 dimensi tersebut. Dimensi kasat adalah apa yang kita perbuat di alam kasat ini. Anda makan, minum, bekerja, dan lain-lain, itu terjadi pada wilayah kasat. Dimensi antara adalah apa yang Anda pebuat melalui lisan Anda. Perkataan Anda adalah sesuatu yang terdengar tapi tak nampak. Karenanya, ia ada di wilayah antara. Sedangkan dimensi ghaib, adalah apa yang Anda perbuat melalui hati Anda, yang mencakup pikiran dan perasaan. Tidak aneh, unsur iman mencakup tiga dimensi: membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan.
Namun, perhatikan juga hadits Nabi yang menyuruh kita untuk menindak kemungkaran lewat "yad" (perbuatan alam kasat); lalu jika tidak mampu maka dengan "lisan" (perbuatan alam antara); dan jika tidak mampu juga maka melalui perbuatan dimensi ghaib kita yakni "qalb" (amalan hati yang mencakup pikiran dan perasaan).
Dan semua dimensi itu mendapatkan penilaian dari Allah.

Oleh karena itu, jika kita belum berhasil di alam kasat, entah itu berupa halang rintangan yang menghalangi kita mencapai tujuan dan cita-cita mulia kita, maka perbuatlah di alam dimensi ghaib, yakni di dalam hati kita. Sebab Allah tetap memperhitungkan apa yang kita lakukan di dimensi ghaib kita dalam hati, sebagai amal perbuatan. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 284, bahwa perbuatan yang kita tampakkan (di alam kasat) juga perbuatan yang kita sembunyikan di dimensi ghaib (di dalam hati) akan sama-sama diperhitungkan oleh Allah. Ingat kembali segala peristiwa yang Anda alami. Apa-apa yang Anda perbuat, sebelum terjadi di alam kasat, sebenarnya sudah terlintas di benak Anda sebelum Anda melakukannya. Apa-apa yang Anda katakan dengan lisan, beberapa detik sebelumnya telah Anda katakan dalam hati. Ketika Anda naik sepeda dan akan kecebur ke selokan pun, beberapa detik sebelum nyusrug ke selokan itu Anda sudah melihat diri Anda kecemplung ke selokan. Jika Anda pernah menabrak sesuatu ketika mengendarai sepeda motor, maka beberapa detik sebelumnya Anda telah melihat diri Anda menabraknya. Ingat-ingat kembali. Ini merupakan petunjuk bahwa kita tidak hanya menjalani alam kasat saja. So, kalau di alam kasat Anda belum berhasil berbuat mulia, lakukanlah dalam benak Anda. Jika Allah berkenan, in Sya ALlah apa yang Anda perbuat dalam dimensi ghaib Anda akan muncul ke alam kasat. Tapi semua atas izin ALlah.

Wallaahu a'lam..wa a'uudzu billaahi an akuuna minal khaathi-iin..