Tampilkan postingan dengan label pengetahuan Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengetahuan Islam. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Juni 2013

Anak Manusia atau Anak Jin?

Posted by Unknown on 18.12 with No comments
Sekitar setengah jam sebelum subuh..
Lagi asik-asiknya mandi byarr byurr...tiba-tiba...Pet!! Listrik mati.
Eaah..sontak saja gelap gulita melanda. Rasanya seperti orang buta. Mungkin begini rasanya kalau tunanetra sedang mandi. Tak ada cahaya sedikitpun. Tapi, alhamdulillah masih bisa membedakan mana tubuh bagian depan dan mana bagian belakang.

Setelah mandi, berangkat ke masjid. Suasana perumahan gelap gulita. Karena kebanyakan ngobrolin hal-hal mistis dengan teman kosan, jadinya bayangan penampakan makhluk halus suka kadang-kadang menghantui. Bagaimana jika tiba-tiba di depan muncul sesosok anak kecil hitam tak jelas wajahnya berlari menghampiri. Tapi alhamdulillah tiba-tiba rasa tenang datang ketika teringat kelakar seorang teman, namanya Sandi, tentang cara membuktikan apakah uang Rp100.000 yang ada di dompet kita itu asli atau palsu? Ia bilang, "Kalau pengen tau duit Rp100.000 punya ente itu asli or palsu, cukup taruh ditengah jalan. Ntar kalo ada yang ngambil, berarti itu duit asli".
Akhirnya apa? Yang terpikir di tengah menelusuri jalanan gelap itu adalah: jika ada sesosok anak kecil tak jelas wujudnya berlari mendekat, maka akan langsung saya selengkat (sliding tackle) supaya dia jatuh. Kalau menangis berati anak orang, tapi, kalo jatuh langsung menghilang berati mungkin anak jin. Habis perkara. Simpel saja rupanya..

Lalu bagimana jika munculnya dalam bentuk wanita cantik? Ahahay..
Konon, dulu di kampung tempat kelahiran saya, pada zaman listrik belum ada dan kampung tersebut masih belum seramai sekarang, hiduplah seorang pemuda. Waktu itu TV hanya ada di kecamatan. Kisahnya, malam itu sang pemuda pulang menonton wayang di tempat nun jauh dari rumah, sampai tengah malam. Ketika pulang, ia mengayuh sepedanya melintasi jalan yang biasa dilewatinya, jalanan kampung nan ditudungi pepohonan, sepi, dan gelap pula pastinya. Yah, namanya di kampung zaman dulu. Di tengah perjalanan, ada seorang gadis melambai-lambaikan tangannya, memanggil-manggil. Gadis itu caaantiiiiikkk..sekaliii... Wangi pula, harum semerbak. Gadis itu minta diantar pulang, dengan dibonceng sepeda oleh si pemuda. Bagai ketiban rejeki, si pemuda akhirnya membonceng gadis nan cantik jelita dan harum itu.
Sepanjang jalan, sepenglihatan sang pemuda, jalan ke arah rumah si gadis cantik ini adalah jalan kampung. Namun, semakin lama, si pemuda baru sadar, ketika tiba-tiba, Cling!!, ia ada di tengah jalan kuburan. Gadis ini membawanya ke jalan di tengah-tengah kuburan. Lalu, aroma gadis di belakangnya mendadak menjadi bau busuk. Hmm..si pemuda akhirnya sadar kalau ia sedang dikerjai gadis jelmaan. Tapi ia tetap tenang, dan langsung mengarahkan sepedanya ke jalan menuju rumahnya sendiri. Karena harus melewati sungai, si pemuda akhirnya menceburkan diri dengan memanggul sepeda jengkinya itu, menyeberangi sungai. Si gadis jelmaan itu? Gadis itu masih ikut bersamanya. Singkat cerita, sang pemuda telah sampai di halaman rumahnya sendiri. Si gadis masih bersamanya. Ketika dipersilahkan untuk ikut masuk ke rumah. Si gadis tidak mau dan langsung pergi. Di kampung kami, gadis-gadis jelmaan semacam itu disebut "peri". Mungkin ia adalah gadis jin, yang terpikat oleh pemuda dari kalangan manusia. Cuma iseng, pengen dibonceng. Dan sekarang pemuda itu sudah menjadi kakek saya. (Kisah ini menurut cerita beliau sendiri, dan dibenarkan oleh ibu dan bibi saya yang merupakan anak beliau).

Supaya tidak diganggu jin, yang dianjurkan, di antaranya adalah membaca ayat Kursy, atau juga, membaca ta'awudz sambil meludah ke kiri sebanyak tiga kali. Tetapi, meminta perlindungannya harus hanya kepada Allah, bukan kepada lafadz-lafadz tersebut. Kalau ada di antara Anda ada yang pernah diganggu, coba cek lagi sholat Anda. Ingat-ingat lagi, barangkali pernah ada sholat wajib yang ditinggalkan. Wallaahu a'lam. Sholat adalah tiang agama, jadi jangan dianggap enteng meninggalkannya.

Pintu

Posted by Unknown on 18.07 with No comments
Bang, kiri Bang...! (turun angkot)

Ya, umumnya begitu kan kata-kata yang kita ucapkan kepada sopir angkot jika ingin turun. Kenapa coba harus pakai kata "kiri"?
Pernah sih, ada yang bilang, kata "kiri" itu digunakan karena pintu angkot ada di sebelah kiri, bukan kanan. Hmm..ya..yaa.. I see..I see..
Berarti, kalau naik becak, kata-kata yang kita ucapkan jika telah sampai lokasi tujuan dan hendak turun adalah, "Bang, depan Bang...!", karena pintu becak adalah mulut becak itu sendiri yang ada di bagian muka becak.
Dan berarti juga, kalau naik bemo, kata-katanya lain lagi, yaitu, "Bang, belakang Bang...!, karena pintu keluar masuk penumpangnya ada di belakang (meskipun di sebelah supir juga muat penumpang).
Lalu, kalau berdasarkan pintu juga, maka kalau kita naik taxi, bila ingin turun, kita bisa bilang, "Bang, kanan-kiri Bang...!", karena pintunya ada di kanan dan kiri.
Adapun kalau naik ojek...nah, ini yang paling keren, kita bisa bilang, "Bang, kanan-kiri-depan-belakang-atas-bawah Bang...!" Ojek (ojek sepeda motor) nggak ada pintunya... (Dan ternyata, bahasa Inggrisnya "ojek" adalah "motorcycle taxi", menurut buku panduan untuk mahasiswa asing di kampus kami).

Bicara soal pintu depan, pintu belakang, dan pintu arah lainnya, Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2) ayat 189 rupanya juga membahas soal pintu. Pintu apakah? Pintu masuk rumah. Ayat tersebut menegur orang-orang yang masuk ke rumah lewat pintu belakang, dan menganjurkan orang-orang bertakwa agar memasuki rumah (apalagi rumah orang lain) melalui pintu depan. Untuk lebih jelasnya, bisa dibaca tafsirnya

Obat "Strong" dan Kekuatan Pria

Posted by Unknown on 18.00 with No comments
Sering kalau sedang naik angkot atau berjalan kaki menyusuri jalanan, saya melihat ada toko/kios berukuran kira-kira 4x4 atau lebih, yang menawarkan suatu produk obat. Di depannya tidak ada plang seperti layaknya puskesmas ataupun klinik yang bertuliskan "Dokter 24 Jam" ataupun nama klinik. Yang menjadi identitasnya hanyalah sebuah banner atau papan reklame bergambar wanita seksi atau pria berotot sedang berpose, yang di sebelahnya ada dua buah kata yang menunjukkan nama sebuah obat. Dua kata itu: kata depannya adalah "Obat", dan kata belakangnya adalah "Kuat". Di beberapa kios yang lain, mungkin untuk tujuan diferensiasi produk, kata belakangnya ada yang menggunakan kata "Perkasa", atau "Macho". Beuh..saya baru membaca papan reklamenya saja sudah serasa macho.
Dulu, waktu saya masih polos, saya pikir, obat apaan nih? Namanya sangat biasa, namun mengundang penasaran. Barangkali dengan meminum itu seorang pria akan memiliki tubuh yang kuat sehingga mampu mengerjakan sholat sunnat 1000 rakaat. Dan nampaknya, kios tersebut juga menjual mainan, karena di papan relamenya ada kata "Toys". Ah, bukan main.. Kalau orang polos mungkin menduga bahwa di situ juga jual mainan anak-anak agar kalau ada orang dewasa hendak membeli obat di situ dan kebetulan membawa anak, maka sang anak bisa dibelikan mainan agar tidak rewel.
Namun, setelah semakin dewasa, kini saya mengerti, bahwa kekuatan yang ditawarkan oleh obat tersebut bukanlah kekuatan seluruh tubuh agar seorang Samurai kuat menenteng empat pedang di pinggangnya atau agar seorang tentara kuat menjinjing senapan serbu, melainkan kekuatan untuk mengisi "organ tertentu" saja. Weleh-weleh...

Sekarang saya mengerti bagaimana "kekuatan pria" diukur. Namun, kalau kita menilik hadits. Rasulullah shallallaahu'alaihi wasallam menjelaskan bahwa pria yang kuat adalah yang mampu menahan diri dari nafsu amarah. "Amarah" berasal dari kata 'amar' yang artinya 'perintah'. Sehingga, pria yang kuat adalah pria yang pandai menahan nafsu yang memerintahkan kepada keburukan, dan mampu mengendalikan diri. Kalau dihubungkan dengan khasiat "obat" di atas, maka semakin pandai seorang pria mengendalikan diri untuk tidak segera melampiaskan nafsunya, semakin "kuat" lah ia. Tidak aneh, jika seorang ulama menganjurkan para pria untuk pandai "bersabar". Sebab, nafsu dan tempramen pria, pada umumnya, mudah terpicu. Entah itu nafsu amarah, ego, maupun nafsu lainnya. Sehingga, kesabaran dan pengendalian diri sangatlah perlu untuk terus kita latih.
Sewaktu tinggal di dhersane (kami sempat menyebutnya Kosan/Asrama Turki), kami akrab dengan budaya "Tea-Time". Entah itu diskusi, mengaji, bercengkerama, santai, ataupun ketika menyambut tamu, maka "tea-time" insyaAllah selalu menjadi sajian andalan. Pengasuh kami dan rekan-rekan menamai saat-saat minum teh itu dengan istilah "çay saatı" (dibacanya "Chai Sa-ate"), hampir mirip dengan bahasa Arab, di mana "çay" adalah teh yang bahasa Arabnya "syai", dan "saatı" artinya waktu, seperti "saa'ah" dalam bahasa Arab.

Implikasi dari intensitas budaya minum teh yang begitu sering, adalah seringnya kami mencuci cangkir-cangkir teh, sendok, dan teko. Akhirnya, saya sebagai orang iseng, mengusulkan kepada ketua kami untuk meningkatkan "efisiensi" supaya kami tidak bolak-balik mencuci cangkir. Saya bilang aja ke ketua, "Bi, mungkin supaya lebih efisien dan biar kita nggak usah bolak-balik nyuci cangkir, bagaimana kalo kita minum tehnya langsung dari tekonya, dan kita udah ngemut gula di mulut kita masing-masing? Jadi nggak perlu cangkir, sendok, dan tempat gula..begitu..haha "
Eheheh, rupanya ketua membalas kelakar saya. Dia bilang, "Wah, itu masih kurang efisien. Supaya lebih efisien, langsung saja kita masukkan air panas ke mulut kita, lalu tambahkan gula, dan terakhir masukkan teh celup lalu kita kumur-kumur....blubuk-blubuk!! hahaha!! Jadi lebih efisien, karena nggak perlu teko juga.. " (begitu kurang lebih perkataannya saya bahasakan ulang)

Hehe..tapi kalau dipikir-pikir dari segi etika dan estetika, efisiensi yang kami ajukan di atas tidak bagus. Sehingga, kami kembali kepada konsep yang diajarkan Rasulullah shallallaahu'alaihi wasallam, yakni tidak langsung minum dari teko, kendi, atau bejana, melainkan dituang dulu ke gelas atau cangkir, supaya kalau. (Kecuali kalau darurat atau kepepet. Misalnya, karena gak ada gelas or cangkir.)

Nah, dewasa ini kita kerap mendengar istilah "standing party" atau pesta tanpa tempat duduk. Sebetulnya kalau hanya sekedar pertemuan biasa dengan tidak duduk, tanpa melibatkan acara makan-minum, mungkin tidak mengapa. Tetapi, hampir-hampir kan di setiap acara itu ada acara makan dan/atau minum -nya.Ya tho? Inti dari sebuah acara, kebanyakannya, adalah pada sesi makan-minumnya kan? Coba saja, kalau Anda mengundang pesta, tapi tidak ada makan atau minum-nya. Beberapa persen kemungkinan para hadirin dan hadirat nya bisa-bisa pada merengut, atau, buru-buru pulang, atau kalau yang bisa sabar, maka akan permisi keluar sebentar, untuk membeli makan/minum di luar, lalu masuk ke ruangan kembali.
Selanjutnya, karena acara pesta biasanya ada sesi santap hidangan makanan/minuman, maka hendaknya jika kita yang bertindak sebagai penyelenggara, kita sediakan pula tempat duduk, bisa berupa kursi, atau sejenisnya. Agar, acara kita tidak hanya lancar, tapi juga ada nilai keberkahan dan ibadahnya dengan melaksanakan apa yang dianjurkan Rasulullah Muhammad shallallaahu'alaihi wasallam.

Laqod kaana lakum fii rasuulillaahi uswatiun hasanah

Minggu, 02 Juni 2013

Baru saja...

Posted by Unknown on 17.28 with No comments
Saya sedang berjalan di trotoar di sisi jalanan kampus, hendak menuju tempat semedi saya: warnet.
Tiba-tiba seorang mahasiswi berjalan menghampiri saya dari arah parkiran motor.
Saya pikir hendak bertanya alamat. Gak tahunya dia minta tolong, motornya tidak bisa dinyalakan.
Saya coba starter, dan ternyata benar. Mesinnya tidak mau menyala. Berkali-kali saya starter, tetap motor ini keras kepala dalam "mati suri" nya. 

Gagal menstarter, saya beralih kepada cara kedua: meng-engkol pedal selagh-nya.
Tetep gak mau nyala. Astaghfirullaahal'adziim.. Saya jadi teringat peristiwa "Membuka Tutup Botol" di bus jurusan Tangerang-Bekasi yg dulu.

Saya tanya, "Biasanya begini, Mbak?
"Nggak kok. Ini baru aja begini", jawab mahasiswi itu.
"Pernah tiba-tiba berhenti di tengah perjalanan?" tanya saya seperti intelpol mengintrogasi.
"Pernah sih. Tapi nyala lagi kok waktu itu.." jawabnya lagi.

Saya bingung, lalu menelpon seorang kawan.
Di tengah-tengah saya menelpon, seorang murid saya lewat. Lalu dia melihat saya yg kebingungan. Dia lalu mmbantu kami. Dan... Aha! dia temukan trouble-nya.. dan mesin motor berhasil menyala di tangannya.. ALhamdulillaah..

Pelajaran yg kami dapat hari ini:
1. Firman Allah bahwa siapa yg menolong (dlm ayat Qur'an: menolong agama Allah), maka Allah akan menurunkan bantuan.
2. Orang yang barangkali sering terlupa oleh kita, barangkali justru dia yang akan menolong kita.
Pernah nonton film "Daredevil" (2003) ?
Di scene pembukanya, diperlihatkan Matt Murdock, yang diperankan oleh Ben Affleck, yang mengenakan kostum Daredevil tanpa topeng jatuh dari atap gereja, kejeblos, dan tubuhnya terhempas ke ruangan gereja. Lalu seorang berpakaian pastur/pendeta yg kbetulan ada di ruangan itu mnghampirinya.
Kalo saya yg mnggantikan Ben Affleck memainkan adegan itu, (meskipun akan mmbuat Daredevil nya bertubuh pendek, gemuk dan jenggotan), saya memilih jatuh di dalam masjid lalu dihampiri oleh marebot masjid yg lagi i'tikaf. itupun harus pake stuntman, supaya nanti saya tinggal akting menggelepar-gelepar dan merintih kesakitan. Enak tho? Itu dunia, bisa direkayasa. Bisa pakai pemeran pengganti. Yang patah tulang, keseleo, dan lebam-lebam adalah si stuntman/pemeran pengganti, tetapi, yang terkenal adalah aktornya.

Namun, akhirat sama sekali berbeda dgn dunia. Setiap orang bertindak sebagai dirinya sendiri, dan mmperoleh ganjaran sesuai yg diperbuat masing-masing.
Misalnya: Kalau Anda melakukan perbuatan yg mulia di sisi Allah, lalu saya berprasangka buruk terhadap Anda, maka setiap kita hnya mmpertanggungjawabkan perbuatan/amalan kita masing-masing. Anda bertanggungjawab atas perbuatan mulia Anda, dan mudah2an mndapat ganjaran yg baik. Sedangkan saya, akan dimintai pertanggungjawaban atas prasangka buruk yg saya tujukan kpda Anda.
Dan mnurut surat Az-Zumar ayat 7, An-Najm ayat 38, dan Al-Israa' ayat 15, seseorang tidak memikul dosa orang lain.

Subhaanaka laa 'ilma lanaa illaa maa 'allamtanaa innaka Anta Al-'Aliimu Al-Hakiim.

# Hujan Bidadari #

Posted by Unknown on 17.18 with No comments
Andaikan manusia hanya berjenis laki-laki... dan semua perempuan adalah bidadari syurga, yang tercipta bukan dari proses perkembangbiakan, melainkan diturunkan langsung oleh Allah dari langit, setiap satu bulan sekali... mungkin pada hari jadwal "hujan bidadari", jalan-jalan protokol setiap kota dan kabupaten, alun-alun, dan stadion olah raga, akan dipenuhi manusia (yang semuanya laki-laki) beberapa jam sebelum "hujan bidadari" itu turun. Dan begitu langit mulai gelap oleh karena cahaya matahari terhalangi jutaan bidadari yang berjatuhan dari langit, orang-orang berlarian, saling berlomba-lomba seperti sedang mengejar layangan putus. Ada yang bela-belain manjat gedung tinggi, karena sebagian bidadari jatuh di sana. Ada yang memanjat pohon-pohon, sebab beberapa bidadari nyangkut di pohon. Orang-orang yang baru beres renang, nyebur lagi ke kolam renang, karena ada bidadari yang nyemplung di kolam itu. Sopir-sopir truk dan kontainer mengerahkan kendaraan mereka untuk menadahi bidadari-bidadari yang berjatuhan itu, supaya bisa mendapatkan puluhan bidadari sekali tangkap. Para nelayan yang sedang ngopi-ngopi dan bakar-bakar ikan segera meninggalkan aktifitasnya ketika melihat ribuan bidadari ada yang kecebur di laut, dan mereka segera menyalakan kapal motor mereka sambil membawa jaring pukat harimau, agar bisa meraup bidadari-bidadari yang mengambang di laut itu. Pemulung-pemulung yang sedang memunguti sampah, langsung menumpahkan kembali barang-barang rongsokan di karung dan gerobaknya, untuk menangkap dan mengangkut bidadari-bidadari yang berjatuhan. Orang-orang saling berebut,
"Gua mau bidadari yang itu, yang pake selendang ijo.."
"Enang aja lo, orang itu udah gua bidik dari tadi.."

Sopir-sopir truk dan para nelayan, pulang ke rumah sembari bersiul-siul merayakan kemenangan. Orang-orang pada bertanya,
"Dapet berapa, Bang?"
"Lumayan,,,truk gua penuh nih, hehe..", jawabnya.

Selera terhadap perempuan itu ada dalam diri setiap laki-laki yang normal secara fitrah penciptaan. Sebab, memang Allah telah menginstallnya dalam diri setiap laki-laki melalui -kalau kata anak IT- bahasa pemrograman dalam storage Al-Qur'an surat Ali Imran (3) ayat 14. Karenanya, wanita dalam segala bentuk, warna, dan ukuran, In Sya Allah telah Allah jadikan ada laki-laki yang mau menikahinya. Sehingga, seorang muslimah tidak perlu (tepatnya: jangan) mengorbankan nilai-nilai aqidah dan syariat hanya demi mendapatkan cinta seorang laki-laki.

# Maximum-Minimum #

Posted by Unknown on 17.12 with No comments
Allah memerintahkan kita berusaha, semaksimal mungkin, dalam mencapai sesuatu. Kendati demikian, segala upaya maksimal kita tersebut hanyalah merupakan hal minimum di hadapan Allah, yg harus kita penuhi, sekedar supaya kelihatan pantas, bahwa kita layak mendapatkan suatu hasil.
Ya. Contohnya: jika Anda sakit, maka ikhtiar maksimum Anda barangkali adalah berobat ke dokter, rumah sakit, tabib, pengobatan herbal-tradisional, dsb. Namun, semua upaya susah payah Anda itu di sisi Allah hanyalah syarat minimal. Sebab, Anda hanya harus datang k tmpat berobat, pada hari tertentu. Tidak perlu menciptakan dulu dokternya, lalu Anda urus dia dari kecil sampai dewasa, lalu Anda didik menjadi dokter, yg memakan waktu bertahun-tahun baru Anda bisa berobat. Anda tidak perlu menciptakan dulu tumbuh-tumbuhan obat, lalu Anda teliti tumbuhan mana yg baik untuk obat, dan lalu Anda serahkan kpd si Dokter krn Anda mau berobat kepadanya. Ikhtiar kita hanyalah persentase kecil dari keputusan Allah, yg jika tidak dipenuhi maka pencapain hasil yg kita inginkan akan mendekati kemustahilan; sekalipun Allah bisa mewujudkan yg mustahil itu.
Contoh lain: Anda lapar, dan ingin makan. Kalau Anda mau masak sendiri, upaya maksimum Anda adalah belanja apa yg mau dimasak, lalu memasaknya, kemudian memakannya. Tapi, di sisi Allah, upaya Anda tersebut hanyalah syarat minimal yg harus Anda penuhi. Sebab, jika Anda ingin beli beras, Anda cukup tinggal beli. Tidak perlu menciptakan dulu petaninya, mengurusnya dari bayi sampai dewasa, lalu mendidiknya dgn ilmu dan tata cara bertani, dan kemudian menyuruhnya menjual beras hasil bercocok tanamnya kpada tukang beras yg akan Anda kunjungi. Karena, semua itu adalah "ranah" yg diatur oleh Allah. Bukan wilayah kita.
Seperti halnya jika kita bercocok tanam. Ranah yg menjadi wilayah kita, yg merupakan upaya maksimum kita, adalah menggali tanah, menaruh benih tanaman yg akan dipendam, lalu menutupkan tanahnya kembali. Tetapi, perkara benih itu akan tumbuh atau tidak, itu adalah wilayah 'prerogatif' Allah. Ikhtiar/berusaha adalah wilayah kita. Adapun berdoa adalah permohonan kita agar Allah melakukan tindakan terbaik pada apa yg menjadi wilayah-Nya.
Kaum atheist/ateis meyakini bahwa usaha dan hasil adalah wilayah manusia. Namun, perlu diperhatikan, bahwa ada upaya yg tidak mendatangkan hasil, dan ada pula hasil yg datang tanpa diupayakan. Di situlah Kebijaksanaan Allah berada.

Innamal 'ilmu 'indallaah..wa innamaa ana nadziirun mubiin..

# Kriteria, “Tapi”, dan Peluru Cinta #

Posted by Unknown on 17.04 with 1 comment
Pada beberapa wanita, seringkali konsep tentang pria ideal yang pantas jadi pasangan (suami) mereka itu “terlalu banyak kriteria” yang harus dipenuhi. Tidak cukup ganteng, tapi harus juga baik hati, penyayang, baik agamanya, dan yang paling wajib adalah “mapan”. Bahkan ada yang lebih banyak lagi, dengan kriteria mendetail, seperti: si pria harus berhidung mancung, kulit putih, tinggi 180 cm, penghasilan per bulan minimal Rp30 juta, udah punya rumah, punya mobil, keturunan bangsawan atau orang terpandang, dan lain-lain. Namun, tidak semua wanita seperti ini. Ada juga wanita yang memprioritaskan kriteria tertentu saja yang wajib, sedangkan kriteria-kriteria lainnya tidak wajib ada, jika memang tidak ada “pria versi komplit”.

Sedangkan pria, justru sebaliknya. Seringkali, dalam memilih wanita, pria “kekurangan kriteria”. Pokoknya, asalkan si wanita punya wajah yang cantik dan bodi yang aduhai, maka oke sajalah. Dampaknya, ada kecenderungan “semua wanita masuk kriteria”. Namun, tidak semua pria demikian. Ada juga pria yang setia dengan satu wanita.

Dari beberapa pemaparan di atas, bukan hal aneh jika Rasulullah shallallaahu’alaihiwasallam menganjurkan pria untuk “memperbanyak kriteria” tentang wanita yang baik untuk dijadikan pasangan. Jangan hanya memandang paras yang memikat, tetapi juka harus ditilik dari segi-segi yang lain, keluarganya, gaya hidup, dan terutama: pengamalan agamanya. Supaya, tidak semua wanita masuk ke dalam hatinya.
Adapun wanita, dianjurkan mengurangi kriteria-kriteria pasangannya, dengan memprioritaskan beberapa saja, terutama: pengamalan agamanya. Supaya, tidak semua pria dianggap tidak pantas, dan agar jodoh menjadi ada. Sebab, setiap orang selalu ada “Tapi”-nya. Yaps. Ada cowok baik, ganteng, sopan, “tapi” nggak kaya. Ada cowok pinter, alim, “tapi” nggak ganteng. Dan semacamnya. Ada orang gede berotot, perkasa, berwibawa, “tapi” takut sama kecoa. Ahahay…

Setiap cowok, punya “peluru cinta”, yang akan ia tembakkan kepada wanita pujaan hatinya. Ada yang memiliki banyak peluru cinta, sehingga gemar “menembakkannya” setiap kali ada wanita yang pas untuk jadi sasaran tembak. Ada yang hanya punya beberapa peluru, sehingga peluru yang terakhir hendaknya dipertahankan hingga waktunya tepat, jangan dibuang percuma menjadi kehampaan. Ada juga, yang hanya punya satu “peluru cinta”. Ialah “Sniper Cinta”. Ia hemat-hemat peluru itu agar tak melesat sebelum datang wanita yang mau “ditembak” dengan “peluru satu-satunya” dalam ikatan pernikahan.

Sedangkan wanita, kekebalan terhadap peluru dan kemampuan menghindarinya bisa menjadi perbincangan menarik. Ada wanita yang selalu saja “menjadi klepek-klepek” setiap kali terkena peluru-peluru cinta pembius yang datang dari siapapun. Tapi yang kasihan adalah ia yang selalu “terluka” akibat peluru-peluru nyasar. Ada yang “lebih kebal” peluru, tetapi beberapa kali tak berdaya menghadapi peluru cinta yang datang bertubi-tubi. Ada juga, “Wanita Anti Peluru”, hanya mempan oleh satu peluru, yaitu “peluru cinta” dalam ikatan pernikahan. (Kata “cinta” harap tetap dipahami sebagai cinta yaa.. jangan dipahami “yang lain”).

Rabu, 29 Mei 2013

# To Know, But Not To Say-Be-Do #

Posted by Unknown on 01.35 with No comments
Terkadang, kalau sedang ngobrol dengan anak-anak SMA, saya rasanya masih SMA. Baru setelah saya bertanya tahun berapa mereka lahir, saya tersadar ternyata saya sudah tak semuda mereka. Pantesan di mana-mana sudah jarang yang manggil saya "Mas", apalagi "Dik". Teman di kantor, orang-orang di jalanan, sopir angkot, kernet bus, tukang jualan, hampir semua manggil "Pak".

Pernah suatu ketika, waktu naik busway, seorang anak balita yang duduk di sebelah saya, menepuk-nepuk bahu saya, dan memanggil-manggil saya,"Pak.. Pak..". Yang jelas ini bukan berarti dia mengganggap saya sebagai ayahnya. Anak itu melengos, celingak-celinguk melihat ke seisi busway, melihat ke luar ke jalanan, lalu kembali menepuk-nepuk bahu saya, "Pak, Pak..", lalu celingak-celinguk lagi. Terakhir, dia bertanya, "Om, boleh kan manggil Om 'Bapak' ?"
Ahahay,,unik sekali adik kecil ini. Ibunya yang duduk di dekatnya tersenyum. Saya juga hanya tersenyum dan menjawabnya, "Iya, boleh.. ". Karena, kalaupun saya memintanya memanggil saya "Om", tetap saja yang dilihatnya adalah seorang bapak-bapak.

Kalau disebut 1 kali, sebutan "Om" bagi saya terdengar lebih elegan, ketimbang dipanggil "Bapak" oleh si adik kecil ini. Tapi, kalau kata tersebut diulang 2 kali, saya lebih memilih disebut "Bapak-Bapak", ketimbang "Om-Om", karena konotasinya sedikit mengalami penyorasi. Seperti kata "makan" dan "minum". Kalau disebutkan 1 kali, biasa saja. Tapi, kalau disebutkan 2 kali, konotasi "makan-makan" lebih baik ketimbang "minum-minum". Coba saja, kalau ada seorang anak gadis bercerita, tentu hati kita lebih tenteram kalau mendengar ia berkata, "Aku kemarin diajakin makan-makan ama seorang bapak-bapak", daripada harus mendengar "Aku kemarin diajakin minum-minum ama seorang om-om". Ya kan?

Nah, itu pada kasus di atas, saya hanya menghindari konotasi. Lebih dari itu, ada kata yang perlu dihindari, bukan sekedar konotasinya saja, bahkan penggunaannya secara eksplisit, misalnya kata-kata yang tidak sopan, atau tidak etis. Kata-kata tersebut perlu kita ketahui, bukan untuk digunakan, melainkan diketahui untuk dihindari supaya jangan digunakan. Bahkan, di banyak daerah kita kenal "bahasa halus", yakni bahasa yang diciptakan sebagai upaya untuk menghindari penggunaan bahasa yang kasar. AL-Qur'an juga mencontohkan ini dengan menggunakan bahasa yang sangat halus dan santun meski ketika mengisahkan Nabi Yusuf 'alaihissalam yang digoda oleh Istri Al-Aziz. Sebab, tidak semua kata yang kita tahu harus kita ucapkan. Inilah "To Know, But Not To Say".

Selain itu juga, ada "To Know, But Not To Be and Not To Do". Misalnya, ketika kita mempunyai kenalan seorang yang tidak baik. Bisa saja seseroang berteman dengan pencuri. Tapi, ini bukan berarti ia boleh jadi pencuri atau melakukan pencurian. Ia perlu tahu teknik-teknik mencuri dari kenalannya itu, seperti bagaimana cara membobol gembok pagar atau kunci setang motor, tapi bukan untuk jadi pencuri, melainkan justru untuk memperkuat pertahanan rumahnya agar tidak kebobolan pencuri dan melakukan penjagaan sepeda motornya dengan lebih baik, entah itu dipasang alarm anti maling, stop-kontak mesin rahasia, dan lain-lain.