Tampilkan postingan dengan label islamic thought. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islamic thought. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Juni 2013

# Maximum-Minimum #

Posted by Unknown on 17.12 with No comments
Allah memerintahkan kita berusaha, semaksimal mungkin, dalam mencapai sesuatu. Kendati demikian, segala upaya maksimal kita tersebut hanyalah merupakan hal minimum di hadapan Allah, yg harus kita penuhi, sekedar supaya kelihatan pantas, bahwa kita layak mendapatkan suatu hasil.
Ya. Contohnya: jika Anda sakit, maka ikhtiar maksimum Anda barangkali adalah berobat ke dokter, rumah sakit, tabib, pengobatan herbal-tradisional, dsb. Namun, semua upaya susah payah Anda itu di sisi Allah hanyalah syarat minimal. Sebab, Anda hanya harus datang k tmpat berobat, pada hari tertentu. Tidak perlu menciptakan dulu dokternya, lalu Anda urus dia dari kecil sampai dewasa, lalu Anda didik menjadi dokter, yg memakan waktu bertahun-tahun baru Anda bisa berobat. Anda tidak perlu menciptakan dulu tumbuh-tumbuhan obat, lalu Anda teliti tumbuhan mana yg baik untuk obat, dan lalu Anda serahkan kpd si Dokter krn Anda mau berobat kepadanya. Ikhtiar kita hanyalah persentase kecil dari keputusan Allah, yg jika tidak dipenuhi maka pencapain hasil yg kita inginkan akan mendekati kemustahilan; sekalipun Allah bisa mewujudkan yg mustahil itu.
Contoh lain: Anda lapar, dan ingin makan. Kalau Anda mau masak sendiri, upaya maksimum Anda adalah belanja apa yg mau dimasak, lalu memasaknya, kemudian memakannya. Tapi, di sisi Allah, upaya Anda tersebut hanyalah syarat minimal yg harus Anda penuhi. Sebab, jika Anda ingin beli beras, Anda cukup tinggal beli. Tidak perlu menciptakan dulu petaninya, mengurusnya dari bayi sampai dewasa, lalu mendidiknya dgn ilmu dan tata cara bertani, dan kemudian menyuruhnya menjual beras hasil bercocok tanamnya kpada tukang beras yg akan Anda kunjungi. Karena, semua itu adalah "ranah" yg diatur oleh Allah. Bukan wilayah kita.
Seperti halnya jika kita bercocok tanam. Ranah yg menjadi wilayah kita, yg merupakan upaya maksimum kita, adalah menggali tanah, menaruh benih tanaman yg akan dipendam, lalu menutupkan tanahnya kembali. Tetapi, perkara benih itu akan tumbuh atau tidak, itu adalah wilayah 'prerogatif' Allah. Ikhtiar/berusaha adalah wilayah kita. Adapun berdoa adalah permohonan kita agar Allah melakukan tindakan terbaik pada apa yg menjadi wilayah-Nya.
Kaum atheist/ateis meyakini bahwa usaha dan hasil adalah wilayah manusia. Namun, perlu diperhatikan, bahwa ada upaya yg tidak mendatangkan hasil, dan ada pula hasil yg datang tanpa diupayakan. Di situlah Kebijaksanaan Allah berada.

Innamal 'ilmu 'indallaah..wa innamaa ana nadziirun mubiin..

Rabu, 29 Mei 2013

# Pengajian TPA #

Posted by Unknown on 09.09 with No comments
Belasan tahun silam ketika saya masih SD, mungkin kelas 3 atau 4 SD, seorang teman pengajian (TPA) yang perempuan ada yang menyebut saya "bencong". Barangkali karena saya jarang melibatkan diri dengan teman-teman laki-laki yang bermain kejar-kejaran di dalam masjid, dan malah hanya diam menonton lalu memancing keisengan temen-temen cewek untuk merampas peci saya yang membuat saya mengejar-ngejar gadis-gadis itu. Saya mengejar, tiada lain, demi berjuang mendapatkan kembali hak saya, yaitu peci lusuh pemberian bapak saya. Cewek-cewek ini lalu saling mengoper peci saya itu dari satu anak ke anak yang lain, bikin saya muter-muter berlarian kesana kemari. Saya yakin gadis-gadis ini bukan sedang berjuang mendapatkan perhatian saya, melainkan ada sesuatu dengan peci lusuh itu. Entah ada pelet apa pada peci saya itu? Padahal bau keringet. Mungkin, kalau saya tidak mengejar dan berusaha meraihnya lagi, akan ada yang membawanya pulang (PeDe sekali saya.. Lebay..). Tapi biasanya sih hanya disembunyikan di tempat wudhu.
Yah, dan rupanya itu salah satu kesan yang barangkali terus mengingatkan kami satu sama lain hingga kini, dan terus ingat kepada Bu Ustadzah.
Apa-apa yang terjadi pada kami, apa-apa yang kami dengar dan lihat pada masa itu, masih teringat di dalam memori kami hingga hari ini. Termasuk perkataan Bu Ustadzah sewaktu beliau menasehati kami pada suatu malam, karena banyak di antara kami yang sholat sambil bercanda satu sama lain, bersenggol-senggolan, tubruk-tubrukan, dan lain-lain.
Salah satu petikan dari perkataan beliau: "Suatu saat nanti, ketika kalian sudah besar nanti, Fulan sudah kemana, Fulanah sudah kemana, kalian akan teringat dengan saat-saat ini..Teringat satu sama lain.. Mengaji bersama-sama.."
Dan itu benar. Bahkan kami masih ingat sewaktu beliau menyuruh kami mengikuti beliau melafalkan hadits:

"Aqrobu maa yakuunul 'abdu..", kata beliau.
"AQROBU MAA YAKUUNUL 'ABDU...", kami mengikuti.

"...wa huwa saajidun..", ucap beliau lagi.
"..WA HUWA SAAJIDUN...", kami ikuti.

"..fa aktsirud du'aa'..", ucap beliau.
"..FA AKTSIRUD DU'AA'..", kami pungkas.

Artinya: "Kondisi seorang hamba paling dekat dengan Allah adalah ketika ia bersujud.. Maka perbanyaklah berdoa (ketika sujud itu).." Dalam hal ini maksudnya memperbanyak doa dalam hati, sebab pelafalan bacaan doa dalam sholat kan tidak boleh ditambah-tambahi.

Apa yang tertanam (didengar/dilihat) ketika kita kecil, biasanya akan teringat terus sampai tua, bahkan mungkin sampai wafat. Karenanya, penting sekali untuk berkata dan mencontohkan yang baik-baik kepada anak-anak kecil. Sebab, di masa depannya mereka akan turut andil dalam mewarnai tingkah laku manusia di zamannya.

# Penawar #

Posted by Unknown on 08.59 with No comments
Siang itu saya sedang agak santai setelah bertemu dengan dosen. Setelah keluar dari gedung fakultas, saya iseng ngadem di bawah pohon, menunggu kumandang adzan Dzuhur sambil membaca buku-buku feminis. Mulanya agak santai. Namun, begitu halaman yang dibaca semakin banyak, semakin luas bahasannya. Ada pemaparan para feminis yang saya setujui, misalnya, tentang perlindungan wanita korban perkosaan dan KDRT, pengentasan wanita dari kemiskinan, tentang kesempatan perempuan untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Tetapi, ketika tiba pada beberapa titik yang bagi saya nampak seperti upaya untuk men-dekonstruksi atau bahkan men-destruksi ajaran Islam, saya sangat keberatan. Seingat saya, hadits saja tidak bisa menandingi Al-Qur'an, oleh sebab, hadits yang shahih sekalipun derajatnya hanya "dzonniy", yakni "dipersangkakan" shahih, karena ada kemungkinan memiliki banyak versi sebagai akibat dari banyaknya perawi yang menuturkan dengan bahasa mereka masing-masing sesuai tingkat pemahaman tiap-tiap perawi yang berbeda-beda. Sehingga, hadits, meskipun disandarkan sebagai perkataan Nabi, tidak dapat menandingi Al-Qur'an yang merupakan Kalam Allah yang "qoth'iy" (paten). Nah, ini tiba-tiba pemikiran manusia mau menrobos beberapa batasan Al-Qur'an. Kalo yang dikritik adalah penafsiran para ahli tafsir atau pemikiran para ahli fiqih, mungkin masih bisa ditolelir. Tapi, kalau sudah menabrak nash Al-Qur'an, rasa-rasanya kok seperti mengadili Al-Qur'an. AL-Qur'an adalah petunjuk dan pedoman bagi akal, sehingga fungsinya adalah untuk meluruskan jalan pemikiran akal, bukan sebagai objek yang diadili oleh Al-Qur'an.
Beberapa feminis, mengusung "kesetaraan gender". Kesetaraan sebenarnya sudah ada. Tapi, jika yang dituntut adalah kesamaan (equality), saya pikir hasilnya tidak akan mashlahat. Bisa-bisa menuntut kesamaan "hak", tetapi menghindari kesamaan kewajiban. Di dalam Islam, setahu saya, keadilan lebih kepada "proporsionality", bukan selalu "equality". Jika kita memperturutkan akal dan nafsu, dengan selalu menuntut "kesamaan", saya bisa saja memperturutkan nafsu dan akal saya untuk mengarusutamakan "Maskulinisme", yang menuntut agar para suami tidak perlu memberikan nafkah kepada istrinya jika sang istri sudah bekerja atau lebih kaya dari suami; menuntut agar istri yang kaya menafkahi suami yang miskin; menuntut agar derajat seorang ayah sama tingginya dengan ibu, dll, dan selalu mempertanyakan "Untuk apa sebenarnya laki-laki diciptakan?". Atau bisa saja saya mendirikan "Youth-isme" yang menuntut agar ada "horizontalization" antara kalangan muda dan kalangan tua, di mana jika orang tua menghardik/membentak anaknya maka sang anak berhak balas membentak. Atau, bisa saja kami dirikan "Short-isme" yang menuntut kesetaraan peluang kerja bagi orang-orang bertubuh pendek, karena selama ini syarat untuk menjadi pilot, TNI, pramugari/pramugara, dll., mempersyaratkan tinggi badan tertentu. Bisa juga kami himpun orang-orang untuk mendirikan "Ugly-isme" yang menuntut agar orang-orang buruk rupa bisa memiliki "keberuntungan" yang sama, karena selama ini peran-peran utama protagonis dalam film selalu orang tampan dan cantik, dan selama ini orang-orang yang tidak ganteng dan tidak cantik sering tidak diterima perusahaan karena ada satu syarat yang tidak bisa dipenuhi, yaitu "berpenampilan menarik".
Atau, bisa juga kami ciptakan paham "child-isme" yang menuntut agar uang jajan anak TK sama dengan uang "living costs" anak kuliah, karena "ketidaksamaan" dianggap ketidakadilan dan penindasan yang mengatasnamakan dogma, konstruksi sosial, dan penafsiran ajaran agama. Jika memperturutkan kerja akal yang demikian, akan banyak sekali aliran yang kita ciptakan.
Dalam Islam, semuanya proporsional, sehingga tiap peran memiliki ketentuan-ketentuan berbeda. Menjadi anak, ketentuannya berbeda dengan menjadi orang tua. Menjadi suami, ketentuannya berbeda dengan menjadi istri. Dan lain sebagainya. Allah telah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, pada porsinya. Namun, hal-hal yang ALlah ketahui tidaklah semuanya kita ketahui, yang menuntut kita berpegang kepada AL-Qur'an, dan juga hadits sebagai penjelas, jika pada saat-saat tertentu pemikiran kita yang kapasitasnya tebatas tidak mampu menjawabnya.

Otak saya memanas, dan semakin memanas. Namun tiba-tiba lamunan saya dibuyarkan oleh tawa beberapa mahasiswa yang sedang berkumpul tidak jauh dari saya. Rupanya mereka lagi pada bermain ABC (ABC Lima Dasar), menentukan nama-nama hewan. Ketika tiba pada huruf M, beberapa mahasiswa menyebutkan berbagai macam nama hewan.
Ada yang berseru, "Marmut".
Lalu ada yang lain berteriak, "Mamoot", dan banyak lagi nama hewan yang berawalan huruf M.
Tapi, yang unik adalah seorang di antara mereka ada yang nampak bingung, dan tiba-tiba nyeletuk, "Marsupilami..! Yaa..Marsupilami..haha!!"
Ini lucu sekali, dan membuat saya tertawa. Otak saya yang berasa ngebul langsung fresh kembali.
Anehnya, teman-temannya yang lain membenarkan bahwa Marsupilami adalah nama hewan, padahal kan Marsupilami hanya tokoh fiksi ciptaan André Franquin (menurut akun FB-nya Marsupilami). Hahaha..bisa aja adik-adik mahasiswa ini.. Tapi saya merasa terhibur. Rupanya, ketika Allah menyuguhkan kita sesuatu yang membuat kita berpikir keras, Dia juga menyediakan sesuatu yang menghibur di dekatnya tidak jauh darinya. Seperti halnya ketika ia menciptakan penyakit, maka bersamaan dengannya Dia ciptakan obatnya. Tidak aneh jika orang banyak yang bilang bahwa penyakit yang diakibatkan karena kebanyakan makan durian bisa ditawarkan dengan meminum sari-sari dari kulit durian, dan, bisa ular bisa ditawarkan dari serum dalam tubuh ular tersebut. Contoh lainnya, Allah menciptakan lalat dengan dua sayap, yang mana satu sayapnya mengandung racun/penyakit, dan sayap yang lain mengandung penawarnya, sehingga, jika ada lalat nyemplung di minuman Anda, Rasulullah (shallallaahu'alaihiwasallam) menyuruh kita meneggelamkan si lalat sebelum membuangnya, agar kedua sayapnya tenggelam dalam minuman kita, sebab racun pada sayap yang satu akan dinetralkan oleh sayap yang satunya lagi.

Innamal 'ilmu 'indallaah..wa innamaa ana nadziirun mubiin..
Subhaanaka laa 'ilma lanaa illaa maa 'allamtanaa innaKa Anta Al-'Aliimu Al-Hakiim.

Benarkah Allah itu ada?

Posted by Unknown on 03.36 with No comments
Apakah akhirat, surga, dan neraka, itu benar-benar ada? Atau hanya sekedar konsep yg diada-adakan manusia ketika mengalami ketidakberdayaan? Jika semua itu ternyata tidak kita jumpai setelah kita mati, bagaimana? Masihkah kita akan menyembah Allah?

Jawabannya: Yaa..lebih baik kita laksanakan saja ibadah dan keyakinan kita. Toh, jika ternyata semua itu tidak ada, kita hanya merugi karena "membuang" sebagian waktu kita untuk melaksanakan ritual ibadah dan keyakinan. Gak terlalu nyesel.
Ketimbang, kita tidak percaya semua itu dan tidak pula melaksanakan ibadah dan keyakinan agama, lalu, tiba-tiba setelah mati, kita berhadapan dengan kenyataan bahwa semua itu ternyata benar-benar ada. Jika terbukti semua itu benar adanya, sementara sewaktu hidup kita tidak pernah mengimaninya, maka terbuang sia-sialah seluruh usia kita di dunia. Hendak kembali hidup di dunia untuk memperbaiki amalan pun tiada lagi bisa.

Selasa, 28 Mei 2013

# 3 Dimensi #

Posted by Unknown on 19.24 with No comments
Di manapun Anda berada, dunia yang Allah hamparkan di mata Anda hanyalah sejauh mata memandang. Sejauh apapun jarak yang pernah Anda tempuh, meski Anda pernah keliling dunia jutaan kali, yang dihamparkan di depan mata Anda, hanyalah sejauh yang dapat Anda lihat, dalam radius beberapa ratus meter saja, selebihnya "ghaib", tidak terjangkau penglihatan Anda. Jika Anda berusaha melangkah maju untuk memperjelas penglihatan Anda terhadap sesuatu di depan Anda, maka hal-hal di belakang Anda pun menghilang beberapa meter, jadi tak nampak. Jika Anda berjalan melangkah ke sebelah kanan untuk memperjelas penglihatan Anda terhadap sesuatu nun jauh di kanan Anda, maka hal-hal di nun di sebelah kiri Anda pun menghilang beberapa meter, jadi tak kentara. Bila Anda berlari ke arah Timur, maka apa-apa yang ada di sebelah Barat Anda menjadi "ghaib" beberapa meter.

Terlebih, dunia ini betul-betul ilusi. Apa-apa yang bisa Anda lihat, tak semuanya dapat Anda raih dengan tangan Anda. Tak semuanya dapat Anda jangkau, padahal terlihat. Dunia fana. Tak semua rencana menjadi nyata. Tak semua harap terejawantah. Tak semua mimpi terwujud.

Tapi jangan khawatir, sebab Allah menjadikan kita hidup pada tiga dimensi, yakni kasat, ghaib, dan antara. Artinya, kita dapat memperbuat segala amalan dalam 3 dimensi tersebut. Dimensi kasat adalah apa yang kita perbuat di alam kasat ini. Anda makan, minum, bekerja, dan lain-lain, itu terjadi pada wilayah kasat. Dimensi antara adalah apa yang Anda pebuat melalui lisan Anda. Perkataan Anda adalah sesuatu yang terdengar tapi tak nampak. Karenanya, ia ada di wilayah antara. Sedangkan dimensi ghaib, adalah apa yang Anda perbuat melalui hati Anda, yang mencakup pikiran dan perasaan. Tidak aneh, unsur iman mencakup tiga dimensi: membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan.
Namun, perhatikan juga hadits Nabi yang menyuruh kita untuk menindak kemungkaran lewat "yad" (perbuatan alam kasat); lalu jika tidak mampu maka dengan "lisan" (perbuatan alam antara); dan jika tidak mampu juga maka melalui perbuatan dimensi ghaib kita yakni "qalb" (amalan hati yang mencakup pikiran dan perasaan).
Dan semua dimensi itu mendapatkan penilaian dari Allah.

Oleh karena itu, jika kita belum berhasil di alam kasat, entah itu berupa halang rintangan yang menghalangi kita mencapai tujuan dan cita-cita mulia kita, maka perbuatlah di alam dimensi ghaib, yakni di dalam hati kita. Sebab Allah tetap memperhitungkan apa yang kita lakukan di dimensi ghaib kita dalam hati, sebagai amal perbuatan. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 284, bahwa perbuatan yang kita tampakkan (di alam kasat) juga perbuatan yang kita sembunyikan di dimensi ghaib (di dalam hati) akan sama-sama diperhitungkan oleh Allah. Ingat kembali segala peristiwa yang Anda alami. Apa-apa yang Anda perbuat, sebelum terjadi di alam kasat, sebenarnya sudah terlintas di benak Anda sebelum Anda melakukannya. Apa-apa yang Anda katakan dengan lisan, beberapa detik sebelumnya telah Anda katakan dalam hati. Ketika Anda naik sepeda dan akan kecebur ke selokan pun, beberapa detik sebelum nyusrug ke selokan itu Anda sudah melihat diri Anda kecemplung ke selokan. Jika Anda pernah menabrak sesuatu ketika mengendarai sepeda motor, maka beberapa detik sebelumnya Anda telah melihat diri Anda menabraknya. Ingat-ingat kembali. Ini merupakan petunjuk bahwa kita tidak hanya menjalani alam kasat saja. So, kalau di alam kasat Anda belum berhasil berbuat mulia, lakukanlah dalam benak Anda. Jika Allah berkenan, in Sya ALlah apa yang Anda perbuat dalam dimensi ghaib Anda akan muncul ke alam kasat. Tapi semua atas izin ALlah.

Wallaahu a'lam..wa a'uudzu billaahi an akuuna minal khaathi-iin..