Selasa, 28 Mei 2013

# Kamuflase VS Kamu-false #

Posted by Unknown on 12.01 with No comments
Beberapa hari yang lalu, saya pulang ke rumah orang tua naik bus dari arah Veteran Bintaro menuju Cikokol Tangerang. Waktu itu hari sudah gelap, menjelang isya.
Di dalam bus, saya duduk di sebelah seorang pemuda bertato. Kedua tangannya penuh tato. Bahkan tatonya sampai ke leher. Pikir saya, "Ini orang kok tangannya dibatik ya?"
Anehnya, waktu saya duduk di dekatnya, malah ia yang jadi kaku seperti takut. Padahal, kalau di film-film, normalnya, saya yang akan pasang aksi waspada. Mungkin dia takut karena muka saya -menurut beberapa teman- memang angker seperti tampang penjahat. Biarlah.
Sewaktu saya sempat sedikit bercakap-cakap dengan pemuda bertato itu, ia bertanya, "Mas, kalo mau ke Islamic, dari Cikokol naik apa ya?"
Lalu saya tunjukkan sedikit arah-arahnya.
Pemuda ini memang tampangnya seperti orang baik-baik. Saya duga, ia dari kelompok anak-anak Punk Muslim, yaitu kelompok Punk yang memang disibukkan dengan kegiatan keislaman. Dan saya perhatikan, tato-tatonya bukan tato permanen. Mudah-mudahan ia hapus itu tato setiap akan sholat. Dan saya harap, tato-tato itu hanya sebuah bentuk kamuflase para aktifis dakwah yang terjun ke dunia punk atau semacamnya.
Iya betul, terkadang dakwah menuntut para da'i dan muballigh untuk berkamuflase, layaknya pasukan intelijen. Barangkali ada muballigh-muballigh yang berkamuflase menyamar sebagai tukang sayur, dokter, pedagang keliling, pengusaha, karyawan, dan semacamnya. Dan itu perlu, agar mudah bergaul dengan kelompok-kelompok yang hendak diajak mendekatkan diri kepada Allah.
Malah, yang saya tidak habis pikir, seorang teman pernah bercerita bahwa, ada seorang ustadz yang mahir dalam ilmu gambling/judi yang menyusup ke dalam arena perjudian layaknya penjudi, lalu memenangkan semua meja perjudian. Para penjudi yang kalah akhirnya bertanya, apa yang membuatnya selalu menang. Ustadz yang menyaru ini meminta orang-orang itu untuk ikut dengannya jika mereka ingin tahu rahasianya. Mula-mula diajak ke masjid. Lalu, disuruh rajin shalat. Kemudian rutin mendengarkan pengajian. Dan seterusnya, dan seterusnya. Hingga pada akhirnya orang-orang itu benar-benar berhenti berjudi sama sekali. Jadi, semacam upaya rehabilitasi begitu.

Pernah juga saya mendengar, bahwa beberapa muballigh melakukan pembinaan wanita-wanita penjaja "dosa" di kawasan prostitusi. Bukan mustahil, jika upaya awal yang mereka lakukan adalah berkamuflase sebagai "konsumen" yang hendak menyewa "produk" beberapa orang wanita, yang mereka bayar, tapi bukan untuk "melayani", melainkan untuk mendengarkan pengajian agama. Lalu, aktifitas ini semakin rutin semakin rutin, hingga satu demi satu wanita "pekerja" itu kembali ke jalan yang benar dan mencari nafkah yang halal.
Tidak mustahil pula, beberapa muballig berkamuflase sebagai anak-anak klubing yang menyusup ke tempat-tempat "dunia gemerlap". Bukan untuk memanjakan nafsu. Tapi untuk menyelamatkan saudara-saudaranya.
Mudah-mudahan Allah senantiasa melindungi mereka dalam segala aktifitas dakwahnya. Kamuflase dalam dakwah memang terkadang perlu. Para misionaris zending pun demikian. Pemuda-pemuda mereka yang tampan, disuruh memacari anak-anak gadis kaum muslimin, pura-pura masuk Islam, menikahi sang gadis secara Islam, namun ketika si gadis sudah hamil, pemuda-pemuda tersebut kembali murtad dan memaksa sang istri untuk mengikuti agamanya.

Itu kamuflase dalam dakwah. Tapi, jika kita adalah tipe orang yang mudah goyah dan terjerumus, sebaiknya tidak menggunakan dakwah cara ini. Sebab, jika kita yang malah terjerumus, artinya kamuflase kita gagal. Jadinya, "kamu-false", kamu salah, menyimpang.

0 komentar:

Facebook Blogger Plugin: Bloggerized by Shafee Live

Posting Komentar